Parfi Dukung Lagu Gemu Fa Mi Re Dijadikan Tema Film Layar Lebar Maupun Dokumenter

foto : dok. pribadi

Jakartakita.com – Anda pasti tidak asing lagi dengan hentakkan lagu ‘Gemu Fa Mi Re’. Anda pun mungkin sudah bergoyang ke kiri dan ke kanan, gerakkan khas lagu ini.

Sering lagu ini didendangkan di acara pesta, senam, karaoke hingga panggung hiburan terbuka, dari pelosok desa hingga pusat kota di Indonesia hingga  manca negara. Banyak pula yang meng-cover ke berbagai versi seperti  dijumpai di berbagai situs media sosial.

Asal tahu saja, lagu yang sudah terkenal sejak tahun 2012 ini, diciptakan oleh Nyong Franco, asal Kabupaten Sikka beberapa tahun lalu.

Meski demikian, kepopuleran Gemu Fa Mi Re tidak serta merta mengangkat popularitas dan kehidupan penciptanya, Nyong Franco yang justru nyaris tak terdengar.

Sosok pria bernama asli Frans Cornelis Dian Bunda yang bermukim di Maumere, Nusa Tenggara Timur ini pun, menceritakan tentang lagu Gemu Fa Mi Re yang ditulisnya pada tahun 2011 di kawasan hutan di pinggir kota Maumere.

Dijelaskan, ide lagu Gemu Fa Mi Re muncul saat dirinya tengah menyutradarai pembuatan album lagu yang dikemas ke dalam VCD bersama teman-temannya.

Di tengah kesibukan itulah terbersit di benaknya ide untuk membuat satu lagu.

“Lagu yang kalau didendangkan terdengar unik. Ada hal yang berbeda dalam karya tersebut, sehingga syair maupun musik mudah diikuti oleh siapa saja,” jelas pria berusia 45 tahun ini, saat dihubungi melalui telepon di Jakarta, Rabu (16/3/2018) lalu.

“Mulai dari pembuatan syair, aransemen, pemilihan musik, hingga masuk ke dapur rekaman menjadi tanggung jawab saya,” sambung Nyong Franco.

Mengenai aransemennya, pria yang akrab disapa Franco ini memasukkan unsur-unsur bunyi gong waning, salah satu alat musik gendang khas Maumere.

“Saya memasukkan unsur gong untuk memunculkan kearifan lokal budaya ciptaan nenek moyang,” jelasnya lagi.

“Di benak saya, orang Indonesia Timur senangnya berpesta, itu menarinya gila-gilaan. Nah, kalau mereka mengikuti irama lagu ini, maka menarinya sambil berlari keluar arena pesta. Ha ha ha. Terkesan konyol, unik dan lucu. Tetapi  itulah yang tergambar dalam benak saya untuk membuat lagu asyik dan enak didengar,” ungkap Franco lagi.

Menurutnya, lirik yang menggunakan kata tra la le lu pada bait pertama, diambilnya juga dari warisan nenek moyang, yang ia peroleh dari mendiang ayahnya. Konon, ketika masih kecil, kakeknya juga sering menyanyi syair-syair seperti itu.

“Semasa hidupnya, ayah saya mengatakan kata tra la le lu mengandung makna yang luar biasa, yang menggambarkan seseorang yang melakukan perjalanan dari Maumere ke kampung Ende, yang membawa bekal jagung manis tumbuk dan jeruk manis, sambil bernyanyi,” tuturnya.

Bagi Franco, lagu Gemu Fa Mi Re sudah seirama dengan pesan mendiang ayahnya yang mengatakan, “Apapun karya, buatlah yang berbeda dan harus berakar ke bumi dan budaya di sini (Maumere)”.

Franco juga mengaku, hingga kini masih menyimpan semua data file lagu Gemu Fa Mi Re, mulai dari waktu, tempat menciptakan lagu, lirik hingga judul lagu.

“Hanya saja, mengenai royalti menjadi kelemahan saya dan teman-teman di daerah, sehingga ketika syair dan lagu ciptaan saya digunakan masyarakat, saya tidak bisa mengajukan klaim lantaran belum memiliki wadah untuk sekadar konsultasi  agar lagu Gemu Fa Mi Re tidak diklaim sebagai ciptaan orang lain,” jelas Franco.

Sementara itu, Aloysius Hieng selaku Ketua Umum Organisasi Masyarakat Pemuda Teguh Indonesia Raya (Ormas Petir) dan sutradara senior Ismail, saat ditemui di kantor Parfi (Persatuan Artis dan Film Indonesia) di PPHUI, Kuningan, mengatakan bahwa pihaknya berencana untuk membuatkan Film Dokumenter atau Layar Lebar tentang lagu Gemu Fa Mi Re.

Ia menilai, secara tidak langsung, lagu tersebut mengangkat putra daerah terbaik asal Maumere terutama di Indonesia Timur pada umumnya.

“Kita semua tahu bahwa lagu Gemu Fa Mi Re sangat digemari oleh siapa saja.  Sebagai warga Maumere, kita bangga memiliki kerabat yang karyanya sudah mendunia,” katanya.

foto : jakartakita.com/edi triyono

Adapun Ketua Umum Persatuan Artis Film Indonesia (Parfi), Febrian Aditya juga menyampaikan dukungan penuh, terhadap lagu Gemu Fa Mi Re untuk dijadikan tema film layar lebar maupun dokumenter, untuk pengembangan destinasi wisata Nusa Tenggara Timur melalui audio visual.

“Saya akan mengajak pihak Kementerian Pariwisata, Kementerian Pendidikan & Kebudayaan dan Kementrian Sosial untuk menggalang kerja sama dan dukungan pengembangan wisata melalui kreativitas musik dan film, salah satunya dengan mengangkat lagu Gemu Fa Mi Re ini,” terang dia.

“Saya juga berharap pemerintah provinsi jangan pernah berhenti untuk  mendukung kreativitas putra daerah,” jelasnya lagi.

Terkait hal ini, pihaknya juga akan bekerja sama dengan Ormas Petir, KFT (Karyawan Film dan Televisi) dan Duta Wisata.

“Kedepannya, kami akan mengajak Presiden RI, Kapolri, Panglima TNI bersama para prajurit, agar memberikan dukungan lagu Gemu Fa Mi Re dijadikan lagu duta wisata, di Maumere dan Indonesia Timur pada umumnya,” pungkas Febrian.   (Edi Triyono)

 

lagu Gemu Fa Mi ReMaumereNusa Tenggara TimurNyong FrancoPersatuan Artis Film Indonesia (Parfi)
Comments (0)
Add Comment