Jakartakita.com – Baru-baru ini, Pemerintah melalui Menteri Perindustrian, Airlangga Hartarto resmi meluncurkan program Making Indonesia 4.0 dalam rangkaian acara Indonesia Industrial Summit 2018 di Jakarta.
Melalui program tersebut, Indonesia akan fokus pada lima sektor industri, antara lain; makanan-minuman, industri tekstil-pakaian, otomotif, kimia, dan industri elektonik.
Menanggapi hal tersebut, Sekjen Asosiasi Pertekstilan Indonesia, Ernovian G Ismy menilai, upaya yang dilakukan pemerintah untuk membangun industri manufaktur yang berdaya saing global melalui percepatan implementasi revolusi industri ke-4 atau industri 4.0 sudah sangat baik. Akan tetapi, pemerintah juga harus perlu melihat dari segmentasi pasar.
“Kalau di industri tekstil dan garmen, teknologi berkembang setiap tahun. Dan kita harus peka, karena kalau tidak, kan sekarang semua berubah, dunia berubah, ekonomi berubah, politik berubah, bisnis pun berubah bahkan perilaku konsumen juga berubah,” tuturnya.
Selain itu, lanjut dia, di sektor industri tekstil dan produk tekstil (TPT) perlu memiliki peta jalan yang jelas untuk bisa memanfaatkan teknologi demi mengoptimalkan bisnisnya.
“Secara produksi, memang industri sudah siap. Akan tetapi yang dikhawatirkan adalah bagaimana pendistribusiannya ke depan. Apakah sudah terintegrasi dan tersistem?” ujarnya.
Sementara itu, ditempat yang sama, Wakil Sekjen Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI), Astri Wahyuni mengaku, seluruh anggotanya siap menyambut tantangan baru ini agar tidak tertinggal oleh perkembangan zaman, dan mereka harus fokus pada inovasi.
“Teknologi adalah investasi, meski mahal, pengusaha harus mengikutinya. Selain itu, dengan teknologi membuat segala hal lebih efisien,” ucap Astri.
Menurutnya, pihaknya juga menekankan, agar setiap pengusaha makanan dan minuman dapat menerapkan inovasi di bidang market.
Dengan demikian, konsumen bisa puas, untuk kemudian dapat dilakukan menyesuaian harga agar tak merugi.