Jakartakita.com – Penyakit asma semakin banyak terjadi pada anak-anak dibandingkan orang dewasa, khususnya di negara-negara berkembang.
Meskipun asma tidak dapat disembuhkan, Dr Ng Choon Yong Alvin, dokter spesialis saluran pernapasan dari Farrer Park Hospital Singapura mengatakan, penyakit tersebut dapat dikendalikan.
Sekali terkendali, penderita penyakit asma dapat menjalani kehidupan yang sehat dan aktif.
Penyakit asma memang cenderung muncul pada usia dini. Asma merupakan penyakit kronis pada saluran pernapasan yang disebabkan oleh faktor keturunan maupun lingkungan.
Organisasi kesehatan dunia, World Health Organisation (WHO) menyatakan, jumlah penderita penyakit asma di seluruh dunia mencapai sekitar 235 juta orang.
Adapun peringatan Hari Asma Sedunia pada tahun ini jatuh pada tanggal 1 Mei 2018. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian terhadap penyakit ini di seluruh dunia.
Berkaitan dengan peringatan Hari Asma Sedunia, Dr Alvin sepakat dengan penekanan terhadap pentingnya menciptakan kesadaran masyarakat terhadap penyakit asma.
“Dengan semakin meningkatnya kesadaran terhadap asma, akan lebih banyak penderita dengan gejala-gejala penyakit tersebut datang untuk memeriksakan diri dan mendapatkan penanganan yang efektif, sehingga akan membantu mereka menjalani kehidupan yang sehat”, kata Dr Alvin dalam siaran pers yang diterima Jakartakita.com, Jumat (27/4/2018).
Ditambahkan, kebanyakan anak-anak penderita asma pada saat tumbuh dewasa merasa lebih baik dan berpikir bahwa mereka telah sembuh dengan semakin besarnya saluran pernapasan.
Kenyataannya, mereka sering mengalami radang atau pembengkakan saluran pernapasan dan penyakit asma yang diderita semakin memburuk.
“Penderita penyakit asma perlu meneruskan pengobatan dan melakukan penanganan lanjutan secara teratur,” kata Dr. Alvin.
Secara umum, pengobatan penyakit asma terbagi pada tahap pencegahan dan peredaaan.
Pada tahap pencegahan digunakan jenis obat corticosteroid dengan menggunakan alat bantu hisap atau inhaler.
Sedangkan pada tahap peredaan digunakan jenis obat beta agonist seperti Ventolin yang juga menggunakan inhaler.
Tak kalah penting adalah mengurangi atau menghilangkan pemicu dari faktor lingkungan seperti debu, serangga dan hewan peliharaan yang mungkin menimbulkan alergi bagi penderita penyakit asma.
Untuk menangani alergi pada penderita penyakit asma, Farrer Park Hospital melakukan satu terapi pengobatan untuk menangani alergi yang disebut Sublingual Immunotherapy (SLIT).
Beberapa pasien yang menjalani terapi SLIT mengalami pemulihan secara terus menerus dari gejala-gejala alergi. Namun, ada pula yang kambuh karena tak melanjutkan terapi SLIT.
“Banyak pasien penyakit asma yang tak dapat membedakan pengobatan untuk tahap pencegahan dan peredaan. Saat mereka mengalami serangan penyakit asma, mereka langsung menggunakan obat pereda,” kata Dr Alvin.
“Tanpa menggunakan obat pencegah, penyakit asma yang diderita akan semakin parah. Bahkan dapat mengancam kehidupan mereka sehingga membutuhkan penanganan Intensive Care Unit (ICU) dan ventilasi mekanis. Dengan demikian, penderita asma perlu melakukan pengobatan pencegahan secara teratur untuk menjaga agar penyakitnya dapat dikendalikan,” lanjutnya.