Jakartakita.com – Lebih dari 30 perusahaan dan hampir 1000 orang dari seluruh dunia mengikuti konferensi & pameran Internasional bertajuk ‘Blockchain Indo 2018’ yang digelar selama dua hari (11-12 Mei 2018) di Hotel Kempinski, Jakarta Pusat.
Acara yang terselenggara berkat kerjasama Cryptoevent dan Amanah Capital Group Limited serta kemitraan lokal dengan Asosiasi Digital Enterprise Indonesia (ADEI) dan Global Citra Media ini, menghadirkan pembicara gabungan dari Eropa, Amerika dan Asia, termasuk Indonesia, yang membahas tentang teknologi, aspek regulasi dari Blockchain, Keuangan Islam, ICO, teknologi baru dan aset digital.
Selain Matthew J Martin (CEO Blossom Finance), konferensi juga diisi oleh pembicara terkemuka di industri seperti Gebhard Scherrer (co-founder DATUM), Ville Oehman (praktisi dana investasi yang terdaftar di Otoritas Moneter Singapura), Robert Ryu (Korean Venture crypto-fund), dan Dr. Zaharuddin AR (ICO berbasis syariah asal Malaysia.
Adapun beberapa topik yang dibahas di antaranya; Apakah Bitcoin halal untuk muslim, peraturan tentang aset digital, evolusi crypto dalam manajemen keuangan, wanita dalam blockchain dan blockchain dalam bisnis bunga.
Bari Arijono selaku Founder & CEO ADEI yang juga menjadi salah satu pembicara, mengatakan bahwa ajang ini diharapkan membawa ide-ide, pendapat, dan saran baru kepada otoritas tentang bagaimana teknologi baru dapat mempengaruhi ekonomi global dan negara dalam waktu dekat.
Ajang ini juga diharapkan dapat memberikan beberapa perspektif dan masukan tentang bagaimana Blockchain dan Aset Digital dapat diatur dengan benar di Indonesia.
Lebih lanjut dijelaskan, revolusi digital di Indonesia baru pada tahap awal, banyak sektor industri yang mulai meluncurkan program transformasi digital, belum lagi industri keuangan yang sedang menjajaki kolaborasi dengan FinTech.
“Kehadiran Blockchain masih pada tahap awal di Indonesia yang memiliki potensi ekonomi digital diperkirakan bernilai 130 miliar USD pada tahun 2020. Kondisi ini tentu butuh banyak sekali campur tangan dari pemerintah sebagai regulator. Misalnya saja China dan India, yang Blockchain-nya sudah besar – besar, itu karena campur tangan pemerintah sangat besar,” jelas Bari di Jakarta, Jumat (11/5/2018).
Menurutnya, menjadi sebuah pekerjaan rumah buat Indonesia, bagaimana agar regulasi melindungi atau memproteksi digital Indonesia, seperti kemudahan pajak, amnesti, logistik seperti keluar masuknya barang dari luar negeri ke Indonesia dan menciptakan lapangan kerja baru untuk Indonesia.
“Jadi, hal ini jangan dilihat sebagai revolusi ekonomi dan mengurangi lapangan pekerjaan. Kita masih menganut padat karya dan butuh lapangan kerja untuk orang –orang di sini,” ucap Bari.
Lebih lanjut juga diungkapkan bahwa, Blockchain ini banyak manfaatnya kepada pelaku industri. Oleh sebab itu, menurut Bari, edukasi sangat penting, agar masyarakat tidak terjebak dalam Multi Level Marketing (MLM) Bitcoin atau koin-koin lain, sehingga mereka tidak dirugikan diujungnya.
“Pemerintah Indonesia harus siap untuk membuat peraturan baru mengenai perkembangan teknologi digital ini, seperti bagaimana mata uang digital di masa depan dapat merespon tantangan ekonomi yang semakin berat,” jelasnya.
Sementara itu, Abas A Jalil selaku CEO Amanah Capital Group Limited sekaligus pakar keuangan di pasar Asia Tenggara mengatakan, bahwa Asia Tenggara, terutama pasar Indonesia memiliki potensi besar untuk sektor Blockchain dan fintech, khususnya di Keuangan Islam dan Bisnis Digital.
“Konferensi ini menjadi tempat pembukaan untuk kemajuan lebih lanjut dalam teknologi baru ini di Asia Tenggara, terutama untuk Indonesia sendiri dan Indonesia adalah negara terpadat ketiga di Asia dengan penetrasi internet yang tinggi dan telepon pintar di antara warganya,” jelasnya.
Adapun kegiatan ini bakal berlanjut di bulan November tahun ini di Jakarta dengan mengusung tema ‘Indonesia Blockchain Economic Forum 2018’. (Edi Triyono)