Jakartakita.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah rumah Dirut PLN, Syofyan Basir terkait dengan OTT (operasi tangkap tangan) suap Wakil Ketua Komisi VII berinisal EMS yang berhubungan dengan proyek di PLN.
Menyikapi hal ini, serikat pekerja (SP) PLN yang terdiri dari 49 DPD dengan 33.000 anggotanya dari Sabang sampai Merauke ikut bersuara terkait kasus ini.
“Kita SP PLN mendukung KPK untuk mengusut tuntas kasus tersebut, termasuk penggeledahan yang dilakukan KPK di rumah Dirut PLN Syofyan Basir. Menurut pendapat kami, korelasi keterlibatan Syofyan Basir dalam kasus tersebut nampak jelas. Melalui Wakil Ketua Komisi VII yang tertangkap tangan, diduga Dirut PLN memuluskan swasta dalam proyek PLN. Menurut pendapat kami, ini hanyalah puncak gunung es. Mudah-mudahan melalui KPK, PLN dapat diselamatkan”, kata Ketua Umum SP PLN Ir. Jumadis Abda MM, MEng dalam siaran pers yang diterima Jakartakita.com, Minggu (15/7).
“Kami SP PLN sudah banyak melihat ketidakwajaran yang terjadi di PLN. Mulai dari yang besar seperti program 35.000 MW yang sangat berlebih diserahkan ke swasta dengan take or pay. Untuk ini, kita malah sudah mendatangi KPK. Kita menghitung akan ada kerugian PLN Rp140 T/tahun setelah selesai pembangunannya,” jelasnya lagi.
Yang lain, lanjut dia, kasus MVPP yang lebih mahal dari sewa genset existing yang ada di daerah itu. “Untuk Belawan saja, kami hitung PLN rugi setidaknya Rp700 M/ tahun. Belum lagi di empat tempat lainnya,” ujarnya.
Berikutnya, proyek MPP 500 MW yang harusnya menggunakan gas murah malah menggunakan minyak yang mahal.
Selain itu, tantiem Direksi naik tajam jadi sekitar Rp250 M. Mobil dinas Direksi yang masing-masing dapat tiga kendaraan; Mercy, Alphard dan CRV. Ini jelas membuat PLN makin boros dan makin terpuruk.
“Bahkan di tengah kerugian PLN di tiga bulan pertama 2018 yang mencapai Rp6,49 T, Direksi PLN malah jor-joran pengadaan pakaian dinas pegawai dipakai setiap hari, yang biasanya hanya untuk dua hari dalam satu minggu, yang pengadaan secara terpusat. Ini ada apa?” tanya Jumadis heran.
“Oleh sebab itu kita sangat mendukung KPK dan minta juga menelusuri ini semua untuk perbaikan PLN. Jadi bukan saja dalam kasus pengadaan PLTU Riau 1 itu saja,” tegas Jumadis.
Bahkan termasuk kasus viral percakapan Dirut PLN dengan Menteri BUMN diminta juga untuk dituntaskan. Yang diduga ada bagi-bagi proyek atau diduga fee, dengan PLN dan Pertamina jadi bancakannya. Juga kasus terbaru pengadaan meter prabayar yang sangat merugikan PLN. Saat ini diintruksikan kembali ke meter pasca bayar.
“Mengingat kondisi saat ini, kami SP PLN juga minta kepada Presiden supaya bisa segera mengganti Dirut PLN, hal ini juga untuk menjaga kredibilitas pemerintah dimata masyarakat. Jangan sampai gara-gara Syofyan Basir dan konco-konconya dipertahankan di PLN, maka akan memperburuk pemerintahan Jokowi,” pinta Jumadis.
“Kami berharap Presiden dapat mengangkat Dirut PLN yang baru, punya integritas, profesional mengelola PLN serta punya kompetensi di bidang kelistrikan,” tuntasnya. (Edi Triyono)