Jakartakita.com – Platform media sosial telah mencoba mencari cara untuk mewujudkan experience belanja di media sosial selama bertahun-tahun.
Pada tahun 2010, misalnya, Levi’s meluncurkan ‘Friends Store’, channel berbelanja berbasis di Facebook yang memungkinkan pembeli untuk login lewat Facebook dan memberikan Like atau Share produk-produk Levi.
Dalam 5 tahun, clothing brand tersebut mengalami penurunan Like pada produk di toko onlinenya – seperti kebanyakan brand lain yang menggunakan channel seperti ini.
Demikian pula, Twitter telah menguji berbagai cara untuk mengintegrasikan social commerce. Meskipun taktik ini biasanya menjadi berita utama, mereka kesulitan memecahkan masalah untuk meyakinkan orang untuk membeli melalui Twitter.
“Salah satu hambatan utama untuk mensosialisasikan cara belanja adalah banyak orang yang enggan mencampur pengalaman berbelanja dengan aktifitas jejaring sosial mereka; mereka melihat situs seperti Facebook dan Twitter sebagai alat untuk berkomunikasi dengan teman dari pada tempat untuk berberlanja. Kendala umum lainnya adalah ketidakyakinan pengguna media sosial untuk memasukkan data dalam berbelanja di jejaring sosial,” ungkap Silvia Ratna, CEO Refeed.id dalam siaran yang diterima Jakartakita.com baru-baru ini.
Beberapa tahun terakhir, jelas Silvia, telah terlihat munculnya situs belanja yang memiliki fitur social, seperti; Wanelo, Fancy, Fab.com, dan Polyvore.
Dikarenakan situs-situs tersebut dirancang khusus untuk berbelanja, mereka tidak mengalami hambatan seperti yang disebutkan diatas.
Menyikapi hal tersebut, Silvia menilai, social commerce biasanya digunakan untuk merujuk pada pengalaman belanja online yang mencakup elemen sosial, seperti menyukai produk atau membeli sesuatu melalui tautan yang di post di media sosial.
Namun, lanjutnya, langkah terbaru dalam evolusi belanja sosial adalah experience yang benar-benar menyeluruh, seperti yang ditawarkan Refeed.id.
“Pengguna menemukan dan membeli produk dalam satu platform media sosial yang sama – tidak perlu melompat ke situs eksternal. Kelemahannya adalah, bisnis yang terjadi kerap menemui kendala pada proses bisnis yang membuat tidak terjadi eskalasi bisnis maupun konversi,” terang Silvia.
Lebih lanjut diungkapkan, hadirnya Refeed.id menyelesaikan dalam bentuk lain, yakni menyesuaikan dengan budaya media sosial di Indonesia.
Antara lain; dengan membuat mini shop yang terintegrasi end-to-end dengan konsep Like 2 Buy, mulai dari mengeksekusi pertumbuhan traffic dari berbagai channel, membangun follower sebagai reseller dengan pembagian komisi ke reseller auto split, payment gateway untuk mempercepat scale up bisnis di social media sebagai media automation, bahkan sampai pada fitur COD (Cash on Delivery) untuk melakukan penetrasi pasar dengan cepat dan aman.
“Refeed.id menyatukan konsep end-to-end solution dan Like 2 Buy dengan fokus membuat bisnis cepat tumbuh besar dengan berbagai fitur otomatisasi,” paparnya.
Solusi bisnis online end-to-end pun, tegas Silvia, menjadi milik pebisnis online Indonesia di social commerce.
Lebih lanjut, Silvia mengklaim bahwa solusi yang ditawarkannya ‘membuat bisnis cepat gede!’
“Dan, kabar gembira buat Anda bahwa www.refeed.id gratis 1 bulan untuk pendaftaran sebelum tanggal 30 September 2018. Otomatis ini bekerjasama dengan iPaymu.com sebagai payment processor ecommerce yang cukup memahami skala di bisnis online atau e-commerce terbaik di Indonesia,” imbuhnya.
Ditambahkan, komitmen Refeed untuk penggunanya adalah dengan menggratiskan omni channel yang dimilikinya ke marketplace Lokal dan Global. Dengan tagline BisnisCepatGede! memungkinkan semua product ter-listing di Jumia, Alibaba, Amazon, Etsy dan marketplace lokal. (Edi Triyono)