Jakartakita.com – Sebagai bentuk apresiasi terhadap karya Arifin C. Noer, Titimangsa Foundation mempersembahkan seni teater berjudul “Sumur Tanpa Dasar” yang diperankan para pemain yang berasal dari kelas akting Titimangsa, yang para pemainnya terdiri dari berbagai macam latar belakang profesi dan mayoritas awam dengan seni teater, yaitu mulai dari pelajar, ibu rumah tangga, karyawan swasta, perancang busana, public figure, penyanyi, model hingga pengusaha cafe.
Pertunjukan teater ’Sumur Tanpa Dasar’ ini, digelar dalam dua kali pertunjukan, yaitu pukul 16.30 WIB dan pukul 20.00 WIB.
Menurut aktris Happy Salma, yang juga pendiri Titimangsa Foundation sekaligus menjadi produser di pementasan teater ‘Sumur Tanpa Dasar’, pementasan teater kali ini menjadi wadah pembuktian kemampuan berakting dari peserta kelas Titimangsa yang telah berlatih serius sejak awal kelas dibuka, sekaligus mempersiapkan insan teater yang berkualitas.
Dijelaskan, Titimangsa menggembleng peserta untuk berlatih secara serius setiap hari Sabtu dan Minggu selama 3 jam (pukul 14.30 WIB – 17.30 WIB) dengan menggunakan metode pengajaran Stanislavski, yaitu teknik yang akan menjembatani antara emosi dan peran yang diinginkan dengan mengingat suatu kejadian dalam hidup.
Para peserta mendapatkan materi pembekalan berupa teknik akting, olah tubuh, seni mengekspresikan diri dan juga konsentrasi.
Happy pun terlihat sangat antusias mempersembahkan karya perdana kelas akting ini.
“Saya sangat antusias dan bersemangat dapat mempersembahkan satu lagi pentas teater, dimana menariknya adalah bahwa pentas ini merupakan hasil dari kelas akting Titimangsa yang notabene pesertanya bukanlah pekerja teater, sehingga menjadi tantangan tersendiri. Berlatar belakang berbagai profesi, tetapi seluruh peserta terlihat sangat mencintai dunia teater dan ingin belajar dan terlibat pada seni teater,” jelasnya, usai pementasan teater ‘Sumur Tanpa Dasar’ di TIM, Jakarta Pusat, Kamis (18/10/2018) tadi malam.
“Dan saya kagum dengan semangat seluruh peserta yang mau belajar secara total meskipun belajar teater itu tidak mudah, namun mereka terlihat enjoy sehingga setiap proses latihan tidak ada kendala sama sekali. Pentas ‘Sumur Tanpa Dasar’ ini tentunya menjadi ajang pembuktian kemampuan berteater dari seluruh peserta kelas teater Titimangsa yang harapannya dapat menelurkan insan teater yang berkualitas dan semakin menggerakkan seni teater di Indonesia,” tutur Happy.
Lebih lanjut diungkapkan, pementasan teater “Sumur Tanpa Dasar’ ini sendiri bertujuan agar peserta dapat mengekspresikan emosi dan perasaannya melalui teknik Stanislavski yang memungkinkan para peserta untuk mengeluarkan perasaannya yang paling dalam agar dapat memerankan suatu karakter.
Metode ini dapat menjadi self healing dimana mereka bisa bebas mengeluarkan emosi dan perasaan.
Meskipun mereka menjadi terhubung dengan emosi mereka sendiri, mereka pun tetap harus belajar mengontrol emosi agar hasil yang keluar menjadi pas. Dengan demonstrasi metode ini, diharapkan dalam akting tidak hanya untuk menjadi aktor professional tetapi lebih kepada mengolah emosi dan bersikap dalam kehidupan sehari-hari.
”Saya merasa tertantang ketika diminta Happy Salma untuk mengajar kelas akting Titimangsa dengan peserta yang bukan pekerja seni teater. Meskipun mengajar menjadi lebih ekstra namun saya puas karena seluruh peserta terlihat tidak main-main dan selalu serius menerima pengarahan teater. Tentunya suksesnya pementasan teater ‘Sumur Tanpa Dasar ini menjadi pembuktian bahwa masyarakat awam pun dapat mempelajari seni teater meskipun tidak punya background pendidikan teater, asalkan mereka mau berlatih keras. Kelas teater ini pun dibuka tak semata-mata untuk mencari atau menelurkan insan teater saja, tetapi juga dapat menjadi alternatif solusi untuk belajar mengkontrol emosi dan perasaan, yang rasanya banyak diperlukan oleh masyarakat modern saat ini, sekaligus semakin mencintai seni teater Indonesia,” ungkap lswadi Pratama, Sutradara Pementasan ‘Sumur Tanpa Dasar’ dan Pengajar Kelas Akting Titimangsa.
Adapun ‘Sumur Tanpa Dasar’ menceritakan tokoh utama bernama Jumena Martawangsa, seorang pengusaha pabrik yang berhasil menimbun kekayaan dan uang menjadi hiburan satu-satu di akhir kehidupannya.
Di samping berhasil menimbun harta, ia pun berhasil mempersunting gadis muda yang cantik bernama Euis, yang bila di lihat dari kacamata matrealisme, pastilah hidupnya bahagia.
Namun kenyataan menunjukkan lain. Ia mengalami kekosongan dan menyadari bahwa semua harta untaian (kesia-siaan).
Tragedi kehidupan yang tak pernah dibayangkan sebelumnya justru muncul ketika sukses mendekati dirinya.
Kekayaan membuatnya mengalami bentrokan dengan lingkungan dan orang-orang sekitarnya, yang mengincar kekayaannya.
Bahkan istri mudanya sendiri mulai menyeleweng ketika ia ingin benar benar mencintai dan mengharapkan cintanya.
Kebahagiaan makin jauh dari angan-angannya tatkala ia menyadari bahwa kematian akan datang dan ia tidak berhasil memiliki seorang anak untuk melanjutkan usaha dan mewarisi kekayaannya. (Edi Triyono)