Jakartakita.com – Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) yang membawahi 19 Serikat Pekerja di lingkungan Pertamina, menggelar aksi damai ‘Bela Pertamina’ dengan beramai-ramai bergerak dari kantor pusat Pertamina di Jl. Merdeka Timur menuju Istana Merdeka di Jakarta Pusat, Selasa (19/02) pagi.
Dalam aksi tersebut, para pekerja Pertamina meminta bertemu dengan Presiden Joko Widodo agar dapat berdiskusi secara langsung tentang masalah Avtur yang ramai belakangan ini.
“FSPPB hari ini hadir di depan Istana untuk meminta kepada Presiden RI agar dapat beraudiensi secara tatap muka guna memperoleh masukan yang berimbang dari sumber primer yang berada di garda depan pelayanan ketersediaan dan ketahanan energi di seluruh wilayah NKRI,” ucap Presiden FSPPB, Arie Gumilar, Selasa (19/02/2019).
Seperti diketahui, pada perayaan HUT Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Senin, 11 Februari 2019 di Hotel Grand Sahid Jaya, Presiden Joko Widodo sempat berbicara soal monopoli Avtur oleh Pertamina, yang seolah menjadi penyebab kenaikan harga tiket pesawat udara dan penurunan okupansi hotel yang ada dibawah naungan PHRI.
Menyikapi hal tersebut, FSPPB menilai pernyataan Presiden RI tersebut terkesan menyudutkan Pertamina, apalagi disertai ’ancaman’ memasukkan kompetitor yang justru semakin menimbulkan bias pemberitaan kepada publik terhadap rangkaian penyebab sebenarnya yang melatarbelakangi kenaikan harga tiket pesawat domestik baru-baru ini.
Dalam aksinya kali ini, FSPPB menegaskan asumsi tersebut salah. Hal ini diperkuat oleh Berita Pers Penjelasan dan Klarifikasi INACA Perihal Harga Tiket Pesawat tanggal 1 Februari 2019 yang diterbitkan oleh Indonesia National Air Carriers Association (INACA) yang menyatakan, bahwa harga avtur tidak secara langsung mengakibatkan harga tiket pesawat menjadi lebih mahal. Namun, beban biaya operasional penerbangan lainnya, seperti leasing pesawat, maintenance dan lain-lain memang menjadi lebih tinggi di tengah meningkatnya nilai tukar dollar Amerika Serikat.
“Masyarakat dapat melihat ketika tren penurunan harga avtur Pertamina telah berlangsung bahkan sejak peak season November 2018 hingga Januari 2019 – meski secara terbalik harga tiket pesawat justru meningkat,” terang Arie.
Lebih lanjut, Dicky Firmansyah, selaku Sekretaris Jenderal (Sekjen) FSPPB juga menyampaikan bahwa selama ini bukan Pertamina yang melakukan monopoli tapi karena tidak adanya kompetitor lain yang masuk sektor ini.
“Bisnis avtur sudah dibuka krannya melalui Undang-Undang beberapa tahun lalu. Pertamina tidak pernah menutup pintu bisnis avtur. Silakan saja siapa pun dapat masuk dan berkompetisi secara sehat. Esensi tuntutan kita adalah seluruh cabang-cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Termasuk rantai-rantai bisnisnya. Seyogyanya, bisnis-bisnis seperti avtur yang mempengaruhi ekonomi nasional dikuasai oleh negara,” jelasnya.
Ditambahkan, dikarenakan Presiden RI telah mengkambing-hitamkan kenaikan harga tiket pesawat kepada mahalnya harga Avtur yang dikaitkan dengan kehadiran tunggal Pertamina, FSPPB pun mendesak Presiden RI agar berani memberikan perlakuan yang adil bagi Pertamina.
“Sesuai Nawacita dan janji kampanye membesarkan Pertamina, sudah selayaknya Pemerintah membesarkan perusahaan migasnya,” ujarnya.
FSPPB sendiri mensinyalir adanya pihak-pihak tertentu yang berencana memanfaatkan situasi kisruh harga Avtur untuk mengkerdilkan peran Pertamina dalam melayani distribusi energi di seluruh bandara yang ada di Indonesia. (Edi Triyono)