Jakartakita.com – Kesaksian para Komisaris PT Pertamina (Persero) dalam persidangan eks Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Galaila Karen Kardinah Agustiawan atau dikenal Karen Agustiawan pada Kamis (11/4/2019) di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat dinilai tidak jelas dan tidak jujur.
Demikian diungkapkan oleh Soesilo Aribowo, pengacara Karen Agustiawan.
Menurut Soesilo, dalam
persidangan tersebut, yang menjadi bahan dari dakwaan jaksa penuntut umum,
materi yang utama adalah tidak adanya persetujuan Komisaris untuk melakukan
Participating Interest (PI) atas lapangan atau Blok Basker Manta Gummy (BMG)
Australia pada tahun 2009.
Dalam kesempatan ini, pihak pengadilan menghadirkan Umar Said dan Humayun Boscha.
Keduanya adalah mantan Komisaris PT Pertamina, saat Karen Agustiawan menjadi
Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina (Persero).
“Saya melihat ada ketidakjelasan dan ketidakjujuran. Saya melihat terlalu banyak alibi. Contohnya adalah, persetujuan yang diberikan itu, ada bukan tidak ada persetujuan. Persetujuan diberikan pada tanggal 30 April 2009, yang katanya hanya untuk biding/untuk menawar saja. Anggaran dasar tidak pernah menjelaskan itu. Satu kali mereka mendapatkan persetujuan itu sampai pembentukan anak perusahaan pun di Australia, itu juga termasuk dalam persetujuan tersebut,” kata Soesilo.
“Jadi, tidak perlu lagi ada perdebatan persetujuan biding atau persetujuan akuisisi,” jelasnya lagi.
Masih menurut Soesilo, kesaksian Komisaris yang mengatakan biding yang dilakukan adalah biding pembelajaran kepada SDM.
“Selama saya menjadi Advokat, baru kali ini saya mendengar biding coba-coba. Ada biding yang ‘main-main’ yang katanya untuk pelatihan SDM. Itu tidak ada kalimat-kalimat seperti itu karena konsekuensi dari biding ketika kita ditunjuk sebagai pemenang maka harus terus dilakukan. Kalau tidak, mereka akan melakukan gugatan karena mengandung akibat hukum yang ada resiko-resiko yang harus ditanggung,” paparnya.
Lebih jauh, Soesilo mempertanyakan persetujuan Komisaris (ada atau tidak ada), itu wilayahnya dimana?
“Hal itu adalah persoalan-persoalan Angggaran Dasar antara Komisaris dengan Direksi. Kalau memang ada kesalahan dari Direksi, kan bisa ditindak Komisaris. Tapi ini sebaliknya. Bahkan mendapatkan pembebasan tanggung-jawab oleh pemegang saham itu sendiri,” cetusnya.
Sementara itu, Humayun Boscha selaku Komisaris Pertamina ketika itu, mengatakan bahwa, dirinya menjalankan tugas perusahaan tanpa membaca board manual (tata kerja antara Dewan Direksi dan Dewan Komisaris) dan Rencana Jangka Panjang Perusahaan. Dirinya mengaku hanya menjalankan tugas tidak berpanduan peraturan perusahaan tersebut dan baru membaca board manual setelah sebelum sidang dimulai Kamis (11/4).
Kemudian, Humayun menuduh bahwa Direksi yang bertanggung jawab untuk memberikan dan menjelaskan board manual kepadanya selaku Komisaris.
Lantas, Ibu Karen menanyakan, “di aturan mana yang menunjukan BOD harus menjelaskan board manual kepada Komisaris yang baru? Tolong tunjukan!”
Setelah memeriksa board manual beberapa waktu dan tidak ada yang menyatakan kewenangan & tugas Direksi untuk menjelaskan hal tersebut kepada Komisaris, Humayun pun meminta maaf karena telah salah menuduh. Tugas tersebut berada di Sekretaris Komisaris.
Akibat kelalaiannya, karena tidak membaca dan mempelajari board manual, Humayun yakin dan menyatakan bahwa pertemuan dua Komisaris dan Karen Agustiawan adalah bagian dari keputusan.
Padahal dalam board manual tertulis bahwa pertemuan informal tersebut bukan untuk mengambil keputusan dan bersifat tidak mengikat.
Adapun saksi kedua, Umar Said menjelaskan, bahwa “Kerugian yang dialami Pertamina (Proyek BMG) bukan karena fraud, tetapi kerugian bisnis”.
Kemudian Umar membacakan suratnya yang ditunjukan kepada Karen tertanggal 23 Maret 2017, “Untuk meredakan ‘kemarahan’ Pak Yulianto (Kejagung) kepada Genades, sebaiknya Genades jangan diedarkan lagi. Tanyakan Pak Yulianto what should you do next.”
Kemudian Hakim bertanya siapakah Yulianto itu? Umar pun tidak dapat menjelaskan siapakah itu Yulianto yang bekerja di Kejaksaan Agung. (Edi Triyono)