Riset : Kini, Ketidaksetiaan Konsumen Pada Merek Menjadi Hal yang Normal

Jakartakita.com – Studi Global Consumer Loyalty yang dilakukan oleh perusahaan pengukuran global, Nielsen baru-baru ini menyebutkan, tingkat ketidaksetiaan (Disloyalty) sedang meningkat di kalangan konsumen dunia, dengan hanya 8% orang yang menganggap diri mereka sebagai loyalis yang berkomitmen pada merek favorit mereka.

Hasil studi juga menunjukkan bahwa kini konsumen secara aktif mencari merek-merek baru karena pertaruhan membeli produk-produk baru ini didukung oleh faktor pendukung seperti meningkatnya tingkat pendapatan di negara berkembang.

Di Indonesia sendiri, menurut studi tersebut, lebih dari sepertiga (38%) konsumen Indonesia menyatakan bahwa mereka suka mencoba hal-hal baru, dan setengah (50%) dari konsumen – meski lebih memilih untuk tetap dengan apa sudah mereka kenal – dapat pindah merek untuk coba-coba.

Adapun terkait dengan perilaku perubahan memilih merek, 37 persen konsumen Indonesia menyatakan bahwa mereka cenderung sudah memiliki merek favorit setiap kali mereka berbelanja, dan perilaku ini masih sama dengan cara mereka berbelanja 5 tahun yang lalu.

Bahkan, 59 persen konsumen Indonesia menyatakan lebih banyak membeli produk yang diproduksi di dalam negeri meskipun tetap terbuka untuk mencoba produk dari negara lain.

Sementara itu, sebanyak 45 persen konsumen Indonesia memilih faktor peningkatan/kualitas unggul sebagai faktor utama yang mempengaruhi pilihan merek mereka, diikuti oleh fungsi/kemudahan penggunaan (41%), value for money (38%), ulasan dari pengguna/produk (33%) serta produk dari merek terkenal dan terpercaya (31%).

Lebih lanjut studi Nielsen juga mengungkapkan, persaingan memanas di berbagai kategori di pasar karena konsumen Indonesia mempertimbangkan pentingnya nama merek, namun juga masih berganti-ganti merek.

Cokelat & Biskuit (53%), Jus Buah & Roti/Makanan yang Baru Dipanggang (masing-masing 47%) ada dalam daftar teratas untuk kategori di mana pergantian merek lebih umum terjadi. Kategori berikutnya adalah Pembersih Rumah Tangga (43%), dan Shampoo & Kondisioner (33%).

Secara keseluruhan, sebut studi Nielsen, kesediaan konsumen untuk mencoba merek baru terus meningkat – 46% konsumen global mengatakan bahwa mereka lebih cenderung mencoba merek baru yang belum pernah mereka coba sebelumnya.

Di sisi lain, 51% konsumen Indonesia mengatakan bahwa mereka lebih suka bertahan dengan apa yang sudah mereka coba di masa lalu. Dibutuhkan lebih banyak upaya untuk meyakinkan konsumen ini untuk berubah, tetapi mereka masih mengirimkan sinyal adanya kemungkinan ketidaksetiaan.

Melansir siaran pers yang diterima Jakartakita.com, Senin (19/8/2019), Yudi Suryanata selaku Executive Director Consumer Insight Nielsen Indonesia mengungkapkan, keinginan konsumen untuk mencoba hal-hal baru (baik produk maupun merek) sebenarnya sudah ada sejak dulu.

Menurutnya, yang membedakan saat ini hanyalah karakter media komunikasi pemasaran yang sulit dikontrol oleh para pemilik merek.

“Dulu para pemasar lebih memiliki kekuasaan untuk mengontrol apapun yang ingin mereka komunikasikan kepada konsumen. Di jaman sosial media seperti saat ini, kita tidak pernah sadar berapa banyak haters merek kita yang ada di luar sana. Begitupun kita juga tidak pernah tahu berapa banyak ‘unofficial’ endorser yang mendukung merek kita di luar sana,” kata Yudi Suryanata.

Ditambahkan, pemasar harus menyadari bahwa konsumen yang tidak loyal bukan berarti tidak menyukai merek mereka, hanya saja ketidaksetiaan itu terjadi karena merek lain menawarkan proposisi yang lebih menarik.

Lebih jauh, Yudi juga memaparkan, hal-hal yang perlu diperhatikan oleh pemasar.

Value for Money tidak sama dengan Harga Diskon. Merek harus mampu membangun emotional branding, tidak hanya sekedar program promosi. Merek harus terus menerus berevolusi untuk tetap ‘cantik’ di mata konsumen, dan tidak terjebak pada kesuksesan masa lampau. Serta hindari mengandalkan gimmick dan program promosi untuk membangun loyalitas konsumen, karena yang diperlukan sebuah merek untuk tetap bertahan adalah Brand Loyalist, bukan Promo Loyalist,” ungkapnya.

brand loyaltyConsumer InsightConsumer Insight Nielsen IndonesiaGlobal Consumer Loyaltykonsumenmerekmerek favoritNielsenNielsen Indonesiastuditingkat ketidaksetiaan pada brandvalue for money
Comments (0)
Add Comment