Jakartakita.com – Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) yang membawahi 19 Serikat Pekerja di lingkungan PT Pertamina (Persero) mengajukan permohonan Uji Materil Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara ke Mahkamah Konstitusi, Rabu (15/7).
FSPPB memohon uji materil terhadap Pasal 77 UU BUMN yang dinilai memiliki makna ambigu dan multi tafsir sehingga membuka peluang privatisasi anak perusahaan Pertamina.
Kuasa Hukum FSPPB, Janses Sihaloho dari Kantor Advokat Sihaloho & Co, menjelaskan, Pasal 77 huruf c dan d UU BUMN melarang induk perusahaan BUMN (Perusahaan Persero) tertentu untuk diprivatisasi, yaitu persero yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat serta persero yang bergerak di bidang usaha sumber daya alam.
Namun, kata “Persero” pada pasal tersebut hanya mengatur secara tegas larangan induk perusahaan BUMN (Perusahaan Persero) untuk diprivatisasi.
Sementara itu, lanjut Janses, banyak anak perusahaan BUMN yang hanya berbentuk Perseroan Terbatas biasa, sehingga tidak terikat pada ketentuan Pasal 77 huruf c dan d UU BUMN.
Hal itulah yang membuka peluang anak perusahaan untuk diprivatisasi. Padahal bidang usaha anak perusahaan tersebut berkaitan erat dengan bidang usaha induk perusahaan yang dilarang untuk diprivatisasi.
“Pasal 77 huruf c dan d UU BUMN inkonstitusional dengan Pasal 33 ayat 2 dan 3 Undang-Undang Dasar 1945 sepanjang kata “Persero” tidak diartikan sebagai Persero dan Perusahaan milik Persero atau Anak Perusahaan Persero,” ujar Janses.
Menurut Janses, Mahkamah Konstitusi yang dibentuk sebagai lembaga pengawal konstitusi (the guardian of constitution) berwenang memberikan penafsiran terhadap sebuah ketentuan pada pasal-pasal undang-undang agar berkesesuaian dengan nilai-nilai konstitusi.
“Terhadap pasal-pasal yang memiliki makna ambigu, tidak jelas, dan/atau multitafsir dapat dimintakan penafsirannya kepada Mahkamah Konstitusi,” kata Janses.
Di kesempatan yang sama, Presiden FSPPB Arie Gumilar mengatakan, Pertamina termasuk dalam Perusahaan Persero yang dilarang untuk diprivatisasi. Namun, akibat tidak diaturnya anak perusahaan persero/perusahaan milik Persero dalam ketentuan Pasal 77 huruf c dan d UU BUMN, terbuka peluang anak perusahaan Pertamina untuk diprivatisasi.
Privatisasi atau juga kerap disebut dengan swastanisasi (denasionalisasi) anak perusahaan Pertamina, belakangan gencar disampaikan Kementerian BUMN. Jika hal itu terjadi, jelas Arie, negara akan kehilangan kekuasaan untuk menguasai sumber daya alam migas Indonesia serta cabang produksi penting yang menguasai hajat hidup orang banyak.
“Dalam hal ini kedaulatan energi nasional menjadi terancam,” tegas Arie.
Lebih lanjut Arie menjelaskan, selain meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan pekerja Pertamina, FSPPB juga bertugas menjaga kelangsungan bisnis dan eksistensi perusahaan serta memperjuangkan kedaulatan energi nasional.
Karena itu, FSPPB berkepentingan mengajukan Uji Materil ke Mahkamah Konstitusi sebagai akibat dari adanya ketidakpastian hukum dalam Undang-Undang BUMN.
Menurut Arie, FSPPB teguh memegang tujuan dibentuknya Pertamina, yaitu membangun dan melaksanakan pengusahaan minyak dan gas bumi dalam arti seluas-luasnya, untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dan negara, serta menciptakan ketahanan nasional.
“Hal itu diatur tegas dalam UU Nomor 8 tahun 1971 tentang Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara,” tandas Arie. (Edi Triyono)