Manajemen Gambut Dinilai Penting Untuk Mitigasi Krisis Iklim

foto : lahan gambut di Riau (istimewa)

Jakartakita.com – Topik-topik pembahasan menarik tentang upaya penyelamatan lingkungan, terus digulirkan dalam rangkaian Pekan Diplomasi Iklim 2020 (Climate Diplomacy Week).

Salah satunya, tentang pentingnya pengelolaan lahan gambut untuk diterapkan secara berkelanjutan, kolektif dan kolaboratif oleh berbagai elemen masyarakat hingga Aktor Non-Negara (Non-State Actor).

Tema yang diusung : Pemanfaatan Lahan Gambut dan Mitigasi Asap Secara Berkelanjutan di ASEAN (Sustainable Use of Peatland and Haze Mitigation in ASEAN – SUPA), yang didanai oleh Uni Eropa, berperan mendukung Strategi Pengelolaan Lahan Gambut ASEAN (ASEAN Peatland Management Strategy – APMS).

Selain Indonesia SUPA juga diterapkan di Malaysia, Thailand, Vietnam, Filipina, Laos, dan Myanmar.

Konselor Lingkungan Hidup, Delegasi EU untuk Indonesia dan Brunei Darussalam, Henriette Faegermann mengatakan, konsorsium ini berkontribusi memberikan pengetahuan kolektif bahwa lahan gambut memiliki nilai ekonomi tanpa mengesampingkan lingkungan.

“Mengelola gambut tidak semestinya menghalangi pertumbuhan ekonomi, karena itu perlu mendapat dukungan pemerintah dan swasta untuk dampak luasnya ke masyarakat,” ujar Henriette pada webinar Lahan Gambut, Krisis Iklim, dan Masa Depan Kita, Senin (26/10).

Di kesempatan yang sama,  Perwakilan Koalisi Masyarakat untuk Gambut, Nirarta Samadhi menyebutkan, upaya dalam pengelolaan gambut termasuk di Indonesia tak lepas dari minimnya data monitoring di lapangan yang relatif kompleks, seperti akses pembiayaan pada pengelolaan gambut dan kesadaran masyarakat.

Karena itu, selain dibutuhkan informasi yang komprehensif, juga perlu peningkatan kolaborasi ke berbagai stakeholder untuk mengoptimalkan sumber daya pengelolaan hingga investasi.

“Tidak selalu butuh uang banyak, tapi terpenting ini perlu strategi mengkomunikasikan ke berbagai stakeholder,” ujarnya.

Hal senada juga diungkapkan perwakilan Universitas IPB, Fakultas Kehutanan dan Lingkungan, Bambang Hero Sahardjo yang menekankan bahwa pengelolaan gambut tidak hanya bergantung pada lembaga pemerintah, namun menjadi tanggung jawab bersama.

“Kenapa kita perlu kolaborasi dengan komunitas? Karena ada banyak komunitas yang melakukan berbagai aktivitas (pengelolaan gambut) yang melibatkan lebih luas masyarakat. Misalnya, di Sumatera dan Kalimantan,” kata dia.

Tak kalah penting, lanjutnya, penyediaan data dan berbagai diskusi serta edukasi juga perlu terus digalakkan.

“Komunitas dan masyarakat harus membantu kami menyelesaikan masalah (pengelolaan gambut),” pungkasnya.

Climate Diplomacy Weeklahan gambutPekan Diplomasi Iklim 2020pengelolaan lahan gambut
Comments (0)
Add Comment