Festival Retas Budaya: Mengeksplorasi Data Kultural Terbuka Secara Kreatif

foto : istimewa

Jakartakita.com – Beragam koleksi data kultural terbuka milik 11 institusi GLAM (galeri, perpustakaan, arsip, museum) di Indonesia berhasil “diretas” publik yang berpartisipasi dalam rangkaian program Retas Budaya.

Data-data kultural tersebut diubah wujudnya secara kreatif menjadi gim, komposisi audio, desain katalog, serta cerita pendek.

Retas Budaya merupakan sebuah program kolaboratif antara Goethe-Institut Indonesien, Direktorat Jenderal Kebudayaan RI, Wikimedia Indonesia, Asosiasi Game Indonesia (AGI), PT Elex Media Komputindo, dan LIPI yang menghubungkan institusi GLAM dengan pelaku industri kreatif dan pegiat teknologi.

Program ini bertujuan membantu institusi kultural di Indonesia mencapai misi menuju GLAM Terbuka, yaitu membuat data kultural menjadi dapat diakses dengan bebas oleh siapa pun untuk digunakan, dibagikan, dan dimodifikasi.

Untuk program ini, lebih dari 2.500 artefak kultural telah dibuka oleh 11 mitra institusi GLAM, yakni oleh Museum Uang Sumatera, Majalah Horison, Museum Dewantara Kirti Griya, Museum Dirgantara Mandala, Perpustakaan Ajip Rosidi, Museum Bank Indonesia, Museum Pasifika, Indonesian Islamic Art Museum, Indonesian Heritage Museum, History of Java Museum, dan Indonesian Visual Art Archive.

Berbagai artefak tersebut kini dapat diakses secara daring untuk dapat dimanfaatkan dengan cara-cara yang sebelumnya tidak terbayangkan.

Publik kemudian ditantang menambahkan interpretasi masing-masing mengenai artefak kultural bersangkutan dan melahirkan cara-cara baru penuh inspirasi untuk menikmati sebuah koleksi dan melekatkan makna baru.

Partisipasi dibagi ke dalam 4 kategori kompetisi yang diselenggarakan sejak Oktober, yakni: Cerita dari Data, Gim dari Data, Kompilasi Desain Terbuka serta Sains Warga & Data Terbuka.

Seluruh pemenang dari setiap kategori kompetisi telah diumumkan pada Festival Retas Budaya yang berlangsung secara daring di YouTube Goethe-Institut Indonesien pada tanggal 6-8 November 2020.

Retas Budaya diawali tahun lalu dengan lokakarya dengan tujuan utama membayangkan peran baru institusi GLAM di era digital.

Retas Budaya diluncurkan dengan kesadaran bahwa budaya itu milik kita semua, bukan hanya milik para peneliti, akademisi, atau instansi pemerintah.

Oleh karena itu, artefak kultural harus dapat dinikmati oleh publik tanpa kendala berarti dari segi finansial atau teknis.

Di tahun 2020, rangkaian Retas Budaya dimulai sejak Juni dan ditutup pada 6-8 November 2020 dengan penyelenggaraan Festival Retas Budaya.

“Festival Retas Budaya diselenggarakan sebagai langkah menuju GLAM Terbuka, agar warisan budaya dapat diakses secara daring. GLAM Terbuka merupakan gerakan global baru yang mempromosikan akses bebas dan terbuka kepada artefak kultural yang disimpan di institusi memori di seluruh dunia, termasuk untuk pemanfaatan ulang. Meskipun institusi GLAM sejak dahulu memainkan peran fundamental dalam memberi akses kepada pengetahuan dan budaya, GLAM Terbuka bermaksud untuk semakin memajukan akses tersebut dengan membuat koleksi masingmasing menjadi lebih mudah ditemukan dan terkoneksi dengan lebih baik melalui bantuan internet. Gerakan GLAM Terbuka mendorong institusi kultural untuk mempublikasikan koleksi mereka secara daring dan memberi izin kepada pengguna untuk berkontribusi, berpartisipasi, dan berbagi,” jelas Dr. Stefan Dreyer, Direktur Goethe-Institut Wilayah Asia Tenggara, Australia, dan Selandia Baru dalam keterangannya, Senin (09/11).

arsipAsosiasi Game Indonesia (AGI)Direktorat Jenderal Kebudayaan RIFestival Retas BudayagaleriGoethe-Institut Indonesienindustri kreatifMuseumPerpustakaanprogram Retas BudayaPT Elex Media KomputindoWikimedia Indonesia
Comments (0)
Add Comment