Jakartakita.com – Pandemi COVID – 19 yang berlangsung selama setahun terakhir telah menggerus bisnis di berbagai sektor. Tidak terkecuali sektor energi, khususnya minyak dan gas bumi (migas).
Merosotnya harga minyak dunia ke titik terendah sepanjang sejarah pada tahun 2020 lalu, masih membekas bagi seluruh pelaku industri hulu migas.
Dalam acara ‘The 2020 International Convention on Indonesian Upstream Oil & Gas’ pada akhir tahun 2020 lalu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan, industri hulu migas masih menjadi industri yang sarat akan ketidakpastian yang berasal dari berbagai faktor eksternal dan internal. Ketidakpastian ini semakin diperparah oleh pandemi.
Bank Indonesia dalam laporannya pada 2020 lalu bahkan mengklasifikasikan sektor energi ke dalam kategori jenis usaha yang berada pada kondisi tertekan dan sulit bertahan di tengah pandemi.
Dengan tantangan sektor migas itu, sebagai perguruan tinggi yang fokus pada pengembangan bisnis dan teknologi energi, Universitas Pertamina melakukan langkah jitu untuk mempersiapkan mahasiswa ke dunia kerja.
Salah satunya dengan membiasakan mahasiswa mencari solusi bagi permasalahan nyata yang terjadi di industri migas saat ini.
Hal itu dibuktikan mahasiswa Universitas Pertamina dengan menyabet Juara 1 dalam kategori Plan of Development Competition (POD) di ajang Oil and Gas Intellectual Parade (OGIP) yang diselenggarakan oleh UPN Veteran Yogyakarta.
Tim yang beranggotakan Tunggul Mirza, Garnis Handayani, Dandy Karunia, Rendy Maylana, dan Reonaldy Gosal tersebut, mampu memberikan solusi bagi ketidakpastian bisnis migas.
Reonaldy Gosal selaku ketua tim, dalam wawancara daring, Kamis (8/4) mengatakan, bahwa mereka membuat laporan perencanaan pengembangan lapangan migas mulai dari analisis kondisi geologi dan potensi migas, menyusun desain pemboran dan desain operasi lapangan, serta analisis nilai keekonomian dan komersialisasi.
“Ide dan gagasan tim adalah membuat perencanaan pengembangan lapangan migas dengan skema bisnis yang inovatif, menghasilkan ketidakpastian yang rendah, dan profit yang tinggi,” tuturnya.
Tunggul Mirza, salah satu anggota tim menambahkan, tim melakukan analisa pada lapangan migas yang terletak di Kabupaten Kampar, Riau. Lokasi ini memiliki total cadangan 27 juta barel minyak.
“Inovasi yang kami buat adalah dengan mengembangkan skenario 10 sumur pemboran. Tujuh diantaranya merupakan sumur produksi dan tiga lainnya merupakan sumur injeksi. Dengan durasi produksi minyak selama 22 tahun, kami bisa memproduksi minyak hingga 3.500 barel perhari,” jelasnya.
Juara ke-2 di kategori yang sama, juga diraih oleh tim dari Universitas Pertamina yang menyebut diri mereka PETRONOMS.
Tim yang beranggotakan Virly Widia, Philipus Dima W, Gaither Jonathan, Immanuel Timothy, dan Siti Muzdalifah tersebut, menitikberatkan solusi pada koordinasi antar stakeholders dalam melakukan perencanaan pengembangan lapangan migas yang optimal.
Gaither selaku ketua tim mengungkapkan, bahwa solusi teknis yang ditawarkan tim adalah dengan melakukan penambahan sumur dan water injection untuk memperoleh nilai oil recovery factor terbesar.
“Dalam proposal, kami juga mengusulkan penyesuaian pembangunan fasilitas produksi, seperti fasilitas sumur, stasiun pengumpul, separator, fasilitas pengolahan air, minyak dan gas, serta tangki air dan tangki penyimpanan minyak,” imbuhnya.
Asal tahu saja, Mahasiswa Program Studi Teknik Perminyakan, Teknik Geologi, dan Teknik Geofisika di Universitas Pertamina mendapatkan mata kuliah Plan of Development (POD) di semester 7.
Melalui mata kuliah ini, mahasiswa diarahkan untuk menyusun rencana pengembangan lapangan migas secara terpadu. Tujuannya untuk meningkatkan cadangan hidrokarbon secara optimal sesuai aspek teknis, ekonomis, dan lingkungan yang sehat dan aman.
Tidak hanya pembelajaran di kelas, kegiatan praktikum di laboratorium dan kunjungan lapangan (field trip) yang rutin dilakukan, juga sangat membantu para mahasiswa untuk memahami kondisi riil yang terjadi di lapangan migas. (Edi Triyono)