Jakartakita.com – Bagaimana caranya membuat film Indonesia agar menjadi tuan rumah di negeri sendiri?
Pertanyaan krusial itu mengemuka dalam Sosialisasi BSM Kebangkitan Perfilman dan Bioskop Pasca Program Vaksinasi COVID-19, yang digelar secara virtual, Jumat (04/6).
Menurut produser film, sutradara, artis dan penggiat perfilman Indonesia, Lola Amaria, pertanyaan sederhana itu, membutuhkan jawaban yang tidak sederhana.
Karena, jelas dia, meski pertanyaan itu acap diulang-ulang, tapi sampai sekarang, pada praktiknya film Indonesia tetap belum mampu menjadi tuan rumah di negerinya sendiri.
“Apalagi di masa pandemi seperti sekarang ini. Yang terjadi justru sebaliknya. Film import atau film asing (Hollywood) yang justru menjadi tuan di Indonesia. Karena proteksi atas film nasional dan perlakuan yang diterima film produksi anak negeri, dalam peredarannya ditentukan di pemilik jaringan bioskop secara sepihak. Yang tentu saja, menjadi rahasia umum, lebih mementingkan film import yang notabene didatangkannya ke Indonesia, via bendera usaha miliknya yang lain. Dan oleh karenanya, secara alamiah, jaringan bioskop miliknya, akan lebih mengutamakan peredaran filmnya sendiri. Demi mengembalikan modal, atau alasan lainnya, dari pada nasional, yang hanya “menumpang tayang” di jaringan bioskop miliknya,” bebernya.
Ditambahkan, bagaimana bisa menjadi tuan rumah jika satu bioskop ada lima layar. Dan empat layar itu, digunakan untuk memutar film asing dan hanya satu layar untuk memutar film Indonesia.
“Itu namanya film asing menjadi tuan rumah di negeri Indonesia,” tegas Lola Amaria dalam sesi Q & A di virtual meeting yang diinisiasi Lembaga Sensor Film (LSF).
Lebih lanjut Lola mengungkapkan, bahwa bioskop hanya pro pada film yang menguntungkan mereka. Karena sistem yang dibangun pemilik jaringan bioskop sudah berjalan seperti itu, dari lama.
“Atau film yang berbujet promo sangat besar. Apalah kita-kita ini, yang bikin film aja bujetnya kecil,” kata Lola sembari menekankan di masa pandemi yang membekap dunia ini, bukan hanya bioskop yang terkena dampak signifikan. Sektor yang lain, seperti pariwisata, penerbangan, perhotelan, media, dan sektor lainnya, juga mengalami pukulan telak yang serupa.
Selain itu, lanjut Lola Amaria, media tonton karya kreatif seperti film, bukan hanya ada di bioskop. Ada Over The Top (OTT) dan media digital lainnya.
Karenanya, Lola tetap meminta ekosistem perfilman harus mampu dan mulai mencari alternatif penayangan film di luar bioskop yang sangat hegemonis.
Dalam acara yang juga menghadirkan Menteri BUMN, Erick Thohir, Ketua Gabungan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia (GPBSI), Djonny Syahruddin, dan narasumber lainnya itu, tema Kebangkitan Perfilman dan Bioskop Pasca Program Vaksinasi COVID-19, juga dikritik oleh Lola Amaria.
“Harusnya temanya ‘Kebangkitan Perfilman Indonesia dan Bioskop Pasca Program Vaksinasi COVID-19’. Karena yang paling pertama dan utama yang harus diperhatikan adalah ekosistem pendukung utama perfilman Indonesia, yaitu orang-orang kreatif seperti kami. Sebagai backbone perfilman Indonesia,” tandas Lola Amaria. (Edi Triyono)