Jakartakita.com – Gaya hidup merupakan salah satu kunci kesehatan seseorang dari paparan penyakit, baik penyakit menular maupun penyakit tidak menular, seperti kanker ginjal.
Menurut data GLOBOCAN 2020, kejadian baru kanker ginjal di Indonesia sebanyak 2.394 kejadian baru dengan 1.358 kematian (57%) akibat kanker ginjal, sementara di dunia, terdapat 431.288 kasus baru dengan 179.368 (41%) kematian.
Berdasarkan data Survailans, Epidemiologi dan Hasil Akhir (SEER) dari the American Cancer Society yang dikelola oleh the National Cancer Institute (NCI), secara keseluruhan tingkat kelangsungan hidup 5 tahun untuk kanker ginjal adalah 75%, namun pasien kanker ginjal stadium lanjut dengan metastasis memiliki tingkat kelangsungan hidup 5 tahun jauh lebih rendah yaitu sebesar 13%.
Dalam keterangan pers yang diterima Jakartakita.com, Senin (30/8), Anggota Bidang Pelayanan Sosial Yayasan Kanker Indonesia (YKI) yang juga Dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Hematologi Onkologi Medik, dr. Nadia Ayu Mulansari, Sp.PD-KHOM, mengatakan, “Kebanyakan RCC didiagnosis pada usia diatas 60 tahun dan ditemukan pada stadium awal, namun tidak sedikit pasien yang didiagnosis pertama kali dan sudah berada pada stadium dimana kanker ginjal telah mestastatik atau pada stadium lanjut, sehingga memerlukan perawatan yang seksama dan tepat agar kualitas hidup pasien dapat terus terjaga.”
Lebih lanjut dr. Nadia Mulansari menjelaskan, bahwa RCC adalah sel ganas yang tumbuh pada tubulus ginjal. Sebagai jenis kanker yang agresif, RCC dapat menyebar ke organ lainnya seperti paru-paru, hati, dan otak, sehingga sangatlah penting untuk lebih peka dalam merasakan dan mengetahui tanda dan gejalanya sejak awal.
Pada stadium dini, biasanya kanker ginjal tidak menimbulkan tanda atau gejala apapun dan diagnosis biasanya dicurigai berdasarkan temuan insidental, baik dengan CT, MRT ataupun biopsi. Namun pada stadium lanjut, pasien kemungkinan dapat merasakan gangguan seperti adanya darah dalam urin, urin berwarna kemerahan, nyeri punggung bawah di satu sisi meski tidak ada cedera, terdapat benjolan di samping atau punggung bawah, sering terasa lelah dan kehilangan selera makan, berat badan turun meski tidak melakukan diet, demam yang tidak kunjung sembuh meski tidak terdapat infeksi, serta kurangnya sel darah merah atau anemia.
“Jika seseorang merasakan gejala-gejala tersebut, maka perlu untuk segera berkonsultasi dengan dokter,” ujar dr. Nadia Mulansari.
Adapun kanker ginjal masih jarang dibicarakan, dan Renal Cell Carsinoma (RCC) atau Karsinoma sel ginjal merupakan jenis kanker ginjal yang paling umum.
Selain itu, lanjut dia, masyarakat perlu mengetahui faktor risiko yang dapat berakibat terjadinya kanker ginjal.
“Faktor risiko utama adalah kebiasaan merokok dan obesitas, disusul dengan faktor lainnya seperti tekanan darah tinggi, penyerapan cairan tidak mencukupi, jenis kelamin dimana laki-laki lebih mungkin terkena daripada perempuan, riwayat keluarga terkena kanker ginjal, paparan di tempat kerja, seperti lingkungan dengan bahan kimia tertentu, konsumsi alkohol dan obat penghilang rasa sakit dalam jangka waktu lama,” terangnya.
Namun demikian dr. Nadia Mulansari juga menjelaskan, “Faktor risiko terkena kanker hanya 5-10% yang diakibatkan oleh faktor genetika, sedangkan 90-95% lebih disebabkan oleh faktor lingkungan, maka jika mau sehat, berhentilah merokok dan jagalah berat badan yang ideal, jagalah tekanan darah agar tidak tinggi, konsumsi makanan yang sehat seperti buah-buahan dan sayuran, dan berolah ragalah secara teratur.”
Adapun pengobatan RCC, meliputi; pembedahan seperti nefrektomi atau pengangkatan tumor dari ginjal, dilanjutkan dengan terapi sistemik. Jika kedua ginjal sudah diangkat, maka pasien perlu menjalani cuci darah seumur hidupnya.
Dengan kemajuan pengobatan, kini pasien RCC dapat memanfaatkan pengobatan imunoterapi atau terapi biologis. Terapi lainnya meliputi; terapi target dimana pengobatan ditargetkan hanya ke sel kanker saja sehingga efek terhadap sel sehat minimal.
“Pilihan perawatan akan menyesuaikan dengan keadaan stadium RCC yang dialami pasien, hal ini agar kualitas hidup pasien dapat berlangsung baik,” ungkap dr. Nadia Mulansari.
Lebih lanjut dr. Nadia Mulansari mengingatkan kepada masyarakat untuk selalu mewaspadai jika terdapat gejala seperti BAB berdarah dan segera berkonsultasi dengan dokter untuk didiagnosis.
“Jika dideksi dan dirawat sejak dini, maka kemungkinan pulih lebih besar,” jelasnya.