Jakartakita.com – Royal Enfield, merek sepeda motor tertua di dunia yang masih terus berproduksi, memperkenalkan video dokumenter dengan judul “Mendokumentasikan Generasi Terakhir Pengrajin Tusuk Konde dengan Teknik Patri Tiup”.
Video dokumenter yang dibuat bersama Nusantara Documentary tersebut, menandai komitmen dan keterlibatan langsung Royal Enfield dalam melestarikan budaya, termasuk di Indonesia, serta merupakan bagian dari inisiatif global Royal Enfield #LeaveEveryPlaceBetter yang telah menjadi katalisator diantara komunitas Royal Enfield di berbagai belahan dunia untuk berkendara dengan lebih bertanggung jawab.
“Royal Enfield berfokus menyemangati komunitas berkendara kami yang bertumbuh semakin banyak, untuk berkendara secara bertanggung jawab, dengan tujuan meninggalkan setiap tempat dalam keadaan lebih baik – #LeaveEveryPlaceBetter. Kami berkomitmen untuk melindungi dan melestarikan aset alam dan lingkungan hidup setempat selama kegiatan riding komunitas kami. Kami juga mendorong komunitas dan pengendara lainnya untuk ‘mengalami secara sadar’ dengan memberikan manfaat sosio-ekonomi ke masyarakat setempat di tujuan perjalanan yang lingkungan hidupnya rentan. Video dokumenter mengenai pembuatan tusuk konde Jawa yang ikonis dengan teknik Patri Tiup yang hampir hilang, merupakan penegasan ulang dari Royal Enfield mengenai pelestarian warisan budaya dan otentisitas, sambil terus mempromosikan misi sosial kami,” ungkap Vimal Sumbly selaku Business Head for APAC Markets, Royal Enfield dalam webinar di Jakarta, Selasa (14/12).
“Kolaborasi kami dengan Nusantara Documentary untuk membuat video dokumenter mengenai pengrajin yang menggunakan teknik Patri Tiup dalam pekerjaannya membuat tusuk konde merupakan langkah kecil dengan harapan besar untuk meningkatkan kesadaran masyarakat serta mengarsipkan secara visual warisan budaya Indonesia yang sungguh tak ternilai ini,” sambungnya.
Adapun kampanye sosial #LeaveEveryPlaceBetter bertujuan mempromosikan budaya berkendara secara bertanggung jawab diantara komunitas Royal Enfield di seluruh dunia, dan telah menjadi pendorong bagi para pengendara sepeda motor Royal Enfield untuk ride with a good cause (berkendara dengan tujuan baik).
Menghindari penggunaan botol plastik sekali pakai, serta tidak meninggalkan sampah selama kegiatan berkendara telah menjadi tren baru di antara para pengendar sepeda motor Royal Enfield, sebagai hasil dari kampanye sosial tersebut.
Sementara itu, proses pembuatan video dokumenter teknik Patri Tiup dikerjakan oleh Bonfilio Yosafat, pendiri Nusantara Documentary, yang berkendara dengan Royal Enfield 500 ke tempat tinggal Pak Bardian di Kotagede.
Misinya adalah untuk mengarsip secara visual proses pembuatan tusuk konde Jawa yang ikonis dengan teknik tradisional Patri Tiup, yang saat ini hanya dikerjakan oleh Pak Bardian yang berusia 67 tahun.
Perjalanan Bonfilio dengan Royal Enfield mengusung misi baik untuk membuat arsip mengenai warisan budaya Indonesia yang mungkin suatu waktu tidak akan ada yang melanjutkan lagi.
“Kepedulian dan fokus saya terhadap pelestarian warisan budaya telah mempertemukan saya dengan Royal Enfield, sebuah brand yang telah melestarikan warisannya selama lebih dari 120 tahun. Mengetahui kisah Patri Tiup dan Pak Bardian, saya kemudian mengajak Royal Enfield untuk membantu melestarikan warisan budaya ini dengan video dokumenter. Saya sangat bersyukur Royal Enfield bersedia untuk berkolaborasi dengan Nusantara Documentary. Dalam pembuatan karya ini, saya mengendarai Royal Enfield Classic 500 ke Kotagede, daerah yang memiliki sejarah luar biasa. Sungguh suatu perjalanan yang luar biasa yang bermula dari Seturan, Depok Sleman Yogyakarta ke Jembatan Janti, saya berkendara melewati jalanan besar dan kecil, menikmati pemandangan budaya yang indah sepanjang jalan, serta membiarkan diri saya menyatu dengan jalanan,” tutur Bonfilio Yosafat.
Ditambahkan, “Pembuatan video dokumenter sudah selesai dan saya berterima kasih kepada Royal Enfield atas kontribusi mereka dalam membantu proses pembuatan video dokumenter untuk warisan tradisional Indonesia ini, serta membantu menceritakan ke masyarakat luas kisah Patri Tiup dan Pak Bardian – generasi terakhir yang mendedikasikan hidupnya dalam melestarikan warisan budaya yang indah ini.” (Edi Triyono)