Jakartakita.com – Potensi perkembangan teknologi metaverse di Indonesia kembali menjadi perbincangan akhir-akhir ini.
Teknologi baru yang mulai populer sejak akhir tahun 2021 ini, mulai menarik perhatian semua pihak.
Dalam ajang Asia Tech Singapore (ATxSG) 2022 di Singapura, Selasa (31/5) lalu, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf), Sandiaga Salahuddin Uno menyebutkan, potensi metaverse di Indonesia sangat besar.
Menurut Sandiaga, metaverse harus dioptimalkan untuk kepentingan pemulihan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja. Metaverse bisa mendorong ekonomi digital di mana Indonesia memiliki potensi yang luar biasa dengan 600.000 talenta digital per tahun. Dan ada potensi 30 juta UMKM serta kontribusi ekonomi yang diprediksi bisa mencapai 150 miliar dolar AS pada 2025.
“Indonesia memiliki potensi luar biasa dan ini jadi peluang usaha kita untuk bisa meningkatkan aktivitas pembiayaan dan usaha sehingga bisa membuka lapangan kerja baru dan salah satunya di space metaverse ini,” kata Sandiaga dikutip dari siaran pers Kemenparekraf.
Sementara itu, hal senada juga dikemukakan Ketua Umum Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo), Teguh Kurniawan Harmanda.
Menurutnya, metaverse adalah sebuah keniscayaan, cepat atau lambat perkembangan metaverse akan begitu masif seiring dengan adopsi aset kripto dan blockchian yang bisa menjadi bagian dunia virtual yang dibangun nantinya.
“Adopsi kripto dan blockchain akan mempercepat pengembangan metaverse yang memiliki potensi besar di Indonesia. Bayangkan, akan banyak inovasi yang muncul saat ini, akan lari ke arah metaverse di masa depan. Apa yang kita rasakan di dunia nyata, semua akan bisa terjadi juga di metaverse,” kata pria yang akrab disapa Manda, seperti dilansir dalam keterangan pers, Jumat (03/6).
Tantangan Metaverse di Indonesia
Lebih lanjut, Manda mengungkapkan, metaverse bisa melahirkan inovasi yang membantu menciptakan pasar baru dari segala aspek, mulai dari pendidikan, kesehatan, hingga ekonomi.
Indonesia bisa beradaptasi dan menggali potensi metaverse dengan baik, jika infrastrukturnya didukung sudah optimal dan literasi masyarakat soal metaverse sudah inklusif.
“Infrastruktur dan literasi masyarakat menjadi tantangan perkembangan metaverse ke depan. Metaverse akan optimal jika dapat dikombinasikan dengan adopsi kripto, blockchain, NFT hingga DeFi berjalan dengan baik. Misalnya, Web3 akan jadi bagian penting metaverse sebagai gambaran terbaru dari internet ciptakan ruang terdesentralisasi di mana pengguna memiliki lebih banyak otonomi, kontrol, dan peluang koneksi tanpa otoritas pusat,” jelasnya.
Sementara itu, pekerjaan rumah lainnya yang harus diselesaikan adalah pengembang dalam teknologi augmented reality (AR) dan virtual reality (VR).
Riset PwC mengungkapkan, teknologi VR dan AR untuk metaverse meningkatkan Produk Domestik Bruto (PDB) global US$ 1,4 triliun pada 2030.
Selain kontribusi ke PDB global, perangkat VR dan AR, juga menggaet konten kreator untuk membuat program di metaverse, yang bisa memberikan dampak ke pekerjaan baru di masa depan.
Pengembangan teknologi ini dinilai mampu mendorong terciptanya 23,3 juta pekerjaan baru pada 2030.
Riset dari The Analysis Group menyebutkan, metaverse pada 2031 akan memiliki kontribusi terhadap perekonomian global mencapai US$ 3,01 triliun.
Kajian yang bertajuk “The Potential Global Economic Impact of Metaverse” ini menyebutkan, angka itu setara dengan 2,8 persen dari pertumbuhan ekonomi dunia.
Manda menambahkan, metaverse nantinya bukan hanya akan menjadi tren baru dalam dunia virtual untuk media sosial dan lainnya, tapi juga memunculkan solusi-solusi baru atas berbagai masalah yang dihadapi Indonesia saat ini.