Jakartakita.com – Keturunan atau Trah Sri Sultan HamengkuBuwono (HB) II terus berupaya agar sosok raja kedua Keraton Yogyakarta itu, dijadikan sebagai Pahlawan Nasional, meski harus menelusuri jalan panjang yang berliku.
Dalam proses yang didukung oleh Yayasan Kapuk Salamba Arga sebagai Pahlawan Nasional ini, dibutuhkan terutama artefak, manuskrip atau catatan kuno karya Sri Sultan HB II, untuk dikembalikan karena akan dipakai sebagai bukti dalam pengajuan.
Benda-benda atau artefak-artefak milik Sri Sultan HB II tersebut telah dirampas Gubernur Jenderal Inggris, Thomas Stamford Raffles, dalam Perang Sepehi atau Geger Sepehi pada 20 Juni 1812.
Ada 40 naskah atau manuskrip karya Sri Sultan HB II yang saat ini tersimpan di British Museum London, British Library London, serta Bodleian Library London.
Adapun baru-baru ini, Kamis (2/6/2022), Trah Sri Sultan HB II melakukan koordinasi dan pendekatan pada Kementerian Luar Negeri (Kemlu) guna memfasilitasi pengembalian benda atau artefak bersejarah, terutama 40 manuskrip kuno karya Sri Sultan HB II.
Dalam pertemuan tersebut, pihak Trah Sri Sultan HB II yang kini bernaung di bawah Yayasan Vasiatti Socaning Lokika menyampaikan beberapa poin.
Pertama, Trah Sri Sultan HB II mendorong Kementerian Luar Negeri untuk memfasilitasi upaya pengembalian aset, manuskrip dan benda bersejarah milik Sri Sultan HB II sesuai ketentuan yang berlaku.
“Trah Sri Sultan HB II ingin dalam proses pengembalian 40 manuskrip karya Sri Sultan HB II itu terjadi secara unilateral antara pihak Trah Sri Sultan HB II dengan Kerajaan Inggris. Trah Sri Sultan HB II siap menyediakan infrastruktur untuk menyimpan 40 manuskrip dan benda bersejarah milik Sri Sultan HB II jika dikembalikan oleh Kerajaan Inggris. Sementara pihak Kemenlu, seusai arahan dari Menteri Luar Negeri (Menlu), Retno Marsudi menyatakan, bahwa Kemenlu akan memfasilitasi upaya pengembalian aset dan benda bersejarah milik Sri Sultan HB II dimaksud sesuai ketentuan yang berlaku,” beber Fajar Bagoes Poetranto selaku Ketua Yayasan Vasiatti Socaning Lokika, seperti dilansir dalam siaran pers yang diterima Jakartakita.com, baru-baru ini.
Menurut Fajar, keinginan pengembalian aset dan manuskrip karya Sri Sultan HB II dilakukan secara unilateral antara Trah Sri Sultan HB II dengan Kerajaan Inggris, merujuk pada cara yang sama dilakukan Kerajaan Inggris saat mengembalikan 75 naskah kuno kepada Keraton Yogyakarta pada Maret 2019 silam.
Sayangnya, naskah yang dikembalikan tidak dalam bentuk aslinya, tapi berupa lebih dari 30 ribu foto digital.
“Trah Sri Sultan HB II tidak mau aset dan 40 manuskrip karya Sri Sultan HB II dalam bentuk digital. Kami ingin artefak, terutama 40 manuskrip karya Sri Sultan HB II, dikembalikan Kerajaan Inggris dalam bentuk aslinya dan bukan digital,” tegas Fajar.
Menurutnya, aset dan manuskrip kuno milik Sri Sultan HB II bagi keluarga besar bernilai sejarah tinggi, karena di dalamnya terkandung sejarah Mataram dan berdirinya Kesultanan Yogyakarta.
“Aset dan manuskrip tersebut tak hanya dimanfaatkan sebagai syarat utama pengusulan gelar Pahlawan Nasional, tapi juga dapat menjadi karya yang dapat dipelajari,” pungkas Fajar. (Edi Triyono)