Sustainable Fashion sebagai Peluang Bisnis Jangka Panjang

foto : dok. Pijakbumi

Jakartakita.com – Sektor ekonomi kreatif memberikan kontribusi sebesar 7,38 persen terhadap total perekonomian nasional, di mana salah satu di dalamnya bergeliat sub-sektor fesyen yang menyumbang sekitar 18 persen.

Data dari Badan Ekononomi Kreatif di awal tahun 2022 tersebut menunjukkan, bahwa industri fesyen menjadi industri yang tetap bertumbuh di tengah arus teknologi saat ini.

Perkembangan teknologi pun berperan besar terhadap pergerakan tren fesyen, khususnya di tanah air. 

Hasil riset Katadata, produk fesyen menjadi kata kunci paling banyak dicari di e-commerce hingga mencapai angka 71 persen.

Namun, di balik potensi industri ini ada banyak pekerjaan besar yang harus diperhatikan para pelaku bisnis fesyen.

Di antaranya adalah soal limbah fesyen, proses pembuatan produk, bahkan isu eksploitasi pekerja.

Seakan hadir sebagai salah satu solusi, sustainable fashion atau fesyen berkelanjutan pun kini mendapat tempat istimewa di hati konsumen.

Edric Chandra selaku Program Initiator Diplomat Success Challenge (DSC) mengatakan, bahwa saat ini masyarakat semakin terbuka pandangannya akan apa yang dikonsumsi, di mana fesyen termasuk di dalamnya.

Kesadaran global atas gentingnya isu kerusakan lingkungan dan isu sosial lainnya pun semakin terekspos.

Sustainable fashion menjadi salah satu gerakan yang lahir dari kesadaran sebagai responsible consumer yang bukan hanya memakai, tapi juga turut melindungi dan menjaga lingkungan sekitar. Kesadaran ini pun akan terus berkembang seiring dengan pemikiran untuk terus mengejar tujuan keberlanjutan,” tuturnya, seperti dilansir dalam siaran pers yang diterima Jakartakita.com, baru-baru ini.

Sustainable Fashion Tidak Hanya Soal Lingkungan

Selama era modernisasi, kita mengenal adanya industri pakaian cepat (fast fashion), di mana industri ini berjalan masif untuk mengakomodasi permintaan dan kebutuhan manusia yang besar.

Namun belum banyak yang menyadari bahwa di balik pakaian yang menjadi status fesyen, ada proses panjang yang melibatkan banyak pekerja industri.

Seiring dengan perkembangan industri, masyarakat semakin menyadari nilai-nilai kemanusian dan lingkungan, sehingga sustainable fashion menjadi solusi dari masalah yang ditimbulkan industri fast fashion.

Sustainable fashion merupakan penerapan fesyen yang menghargai nilai-nilai dari para pelaku yang terlibat, utamanya lingkungan dan kemanusiaan.

Fesyen yang berkelanjutan, antara lain bisa bisa dilihat dari pemilihan bahan dan pola pengemasan yang memperhatikan kelestarian lingkungan hingga transparansi proses pembuatan produk fesyen tersebut, praktik kerja yang sehat, serta dapat ditelusuri informasinya oleh konsumen (traceability). 

Potensi Industri Sustainable Fashion bagi Pelaku Bisnis 

Dunia fesyen yang erat kaitannya dengan generasi muda sebagai target pasar utama tidak terlepas dari peranan penggunaan smartphone dan media sosial.

Arus informasi yang cepat membentuk pemahaman yang lebih kuat dari generasi muda akan kondisi lingkungan dan sosial masyarakat yang saat ini jauh dari kata ideal.

Menurut survei global di tahun 2018, sebanyak 66% milenial bersedia membeli pakaian lebih banyak untuk merek yang berkelanjutan dan sebanyak 69% memperhatikan klaim branding “eco-friendly” dan “sustainable” saat membeli pakaian. 

Komitmen generasi muda ini pun mulai mempengaruhi pelaku industri tekstil, retailer besar dan brand lokal untuk menggeser model bisnis ke arah sustainable. Walaupun produk fast fashion masih mendominasi lantaran harganya yang murah, banyak konsumen telah menjauhinya lantaran kualitas yang rendah dan proses produksi yang tidak etis.

Produk sustainable fashion saat ini juga diarahkan kepada produk lokal dengan ketahanan dan kualitas yang baik, serta diproduksi dalam jumlah yang terbatas sehingga diharapkan memiliki jejak karbon lebih kecil daripada produk buatan luar negeri.

Produk sustainable fashion yang inovatif juga menghadirkan banyak pilihan untuk konsumen, terutama bagi konsumen berkebutuhan khusus.

Pakaian dan produk fesyen lainnya akan semakin adaptif sesuai kebutuhan konsumen yang kian beragam, dan hal ini merupakan tanda bagi pelaku bisnis fesyen untuk lebih jeli membaca pasar dan terus berinovasi mengembangkan produknya. 

foto : dok. Batik Al-Warits

Diplomat Success Challenge 2022 Membuka Peluang bagi Produk Sustainable Fashion

Dalam 5 tahun terakhir penyelenggaraan Diplomat Success Challenge (DSC) sebagai program dan ekosistem kewirausahaan terbesar di Indonesia, fesyen selalu menempati posisi 3 teratas dari kategori bisnis yang diikuti oleh peserta. 

“Tahun 2021 lalu, terdapat 19,5 persen bisnis fesyen dari 18.233 ide bisnis yang disubmit. Banyak di antaranya merupakan bisnis fesyen dengan model yang berkelanjutan, dan hal ini sangat menggembirakan. Di DSC 2022 ini, tentunya kami mengharapkan akan semakin banyak pelaku bisnis fesyen yang lestari, yang tidak hanya mementingkan profit tapi juga memperhatikan aspek-aspek ekonomi sirkular dalam bisnisnya,” ungkap Edric Chandra.

Adapun DSC 2022 mendorong lebih banyak lagi ide bisnis berkelanjutan sebagai upaya berkontribusi dalam mempercepat Sustainable Development Goals (SDGs). Sustainable fashion sendiri dapat memenuhi beberapa aspek sekaligus dalam SDGs, terutama hal-hal yang berhubungan konsumsi yang bertanggung jawab, mengurangi dampak perubahan iklim, hingga pekerjaan layak dan perkembangan ekonomi.

Melihat banyaknya potensi bisnis sustainable fashion saat ini, baik dari sisi kontribusinya terhadap perekonomian maupun kontribusinya bagi dunia yang lebih baik, tidak mengherankan jika pertumbuhan bisnis tersebut nantinya akan sangat tinggi.

Bahkan bukan tidak mungkin nantinya produk fesyen lokal yang sustainable akan lebih mudah go global karena permintaannya yang terus menanjak.

Dua bisnis sustainable fashion yang pernah berkiprah dalam DSC, antara lain; Batik Al-Warits dari DSC 2015, dan Pijakbumi dari DSC 2021.

Batik Al-Warits merupakan produk batik yang mengeluarkan aroma wangi-wangian rempah dan bunga dari kainnya.

Aroma wangi dari kain batik ini menggunakan minyak Camplong khas Madura dengan teknik perendaman sebanyak 4 kali sehingga aroma wanginya menyatu dengan kain dalam waktu yang lama.

Semakin lama proses pengaromaterapiannya, semakin lama wanginya bertahan. Aroma wangi ini bertahan 1 bulan hingga 4 tahun meski batik sudah dicuci berulang-ulang.

Selain itu, Warisatul Hasanah sebagai founder juga menerapkan praktik kerja yang sehat dengan memberdayakan perajin batik di Madura sebagai pekerjanya.

“Prinsip keberlanjutan yang diterapkan pada Batik Al-Warits semakin disempurnakan sejak saya mengikuti DSC di tahun 2015, sehingga sampai saat ini Batik Al-Warits tetap eksis menjalankan bisnis yang sustainable. Tidak hanya menjaga lingkungan dan mengurangi limbah fesyen, tapi juga bisa terus memberdayakan dan menyejahterakan masyarakat sekitar,” tutur Warisatul Hasanah, Founder Batik Al-Warits.

Hal senada juga dilakukan oleh Pijakbumi yang memproduksi alas kaki dengan material ramah lingkungan.

Vania Audrey Pakpahan sebagai Co-Founder Pijakbumi merupakan finalis DSC 2021 di mana brand lokal ini melejit lewat konsep sustainable fashion.

Pijakbumi secara konsisten terus memberdayakan konsumennya untuk lebih bijak mengonsumsi energi sebagai bagian dari menjaga sumber daya alam.

DSC 2022 pun siap menawarkan pendampingan dengan business coach dan jaringan wirausaha Diplomat Entrepreneur Network (DEN) untuk menjadi wadah bagi ide-ide bisnis berkelanjutan yang potensial.

Badan Ekononomi KreatifBatik Al-WaritsDiplomat Success Challenge (DSC)DSC 2022Edric ChandraFesyen Berkelanjutanindustri fast fashionPijakbumiSustainable Development Goals (SDGs)sustainable fashion
Comments (0)
Add Comment