Jakartakita.com – Advokat Deolipa Yumara untuk keadilan hukum dan menegakkan hukum beraksi lagi. Kali ini ia tak segan mendampingi umat Vihara Tien En Tang yang tengah teraniaya karena di intimidasi dan dipersekusi sekelompok preman.
Demi kebenaran dan membela yang terzolimi, siang tadi seolah tak ada keraguan sedikit pun bagi Deolipa Yumara untuk turun dan beraksi pada aksi premanisme, yang mengakibatkan Michele (salah seorang jamaah) menjadi korban. Dari kejadian itu pengacara yang lagi naik daun ini, akan membuka keterlibatan para pihak yang bersekutu dengan si pelaku.
Sebagai kuasa hukum Michele, Deolipa Yumara begitu geram dengan kebuasan pelaku pada korbannya. Terlebih kekerasan itu terjadi di rumah ibadah umat Budha (Vihara).
“Jangan merasa kebal hukum, atau berlindung dengan penegak hukum. Saya sikat sampai ke akar-akarnya,” ucap Deolipa Yumara kepada awak media di Green Garden, Jakarta Barat, Jum’at (30/9).
Bagi Deolipa setelah mempelajari penjelasan korban, dirinya sudah ‘membaca’ skenario para pelaku kekerasan. Termasuk keterkaitan dengan para pihak yang akan ia bongkar nanti.
Menurut Deolipa, aksi yang dilakukan pelaku merupakan pola lama. Sehingga mudah terbaca oleh siapapun yang mengamati.
Karena itu, tegas Deolipa bersikap tidak mentoleransi pihak manapun yang melindungi pelaku karena sudah masuk perbuatan pidana.
Seperti diketahui Michele menjadi korban premanisme, oleh sekelompok orang. Para pelaku mewakili ahli waris, mengusir para pengurus dari Vihara Tien En Tang, yang berada dalam perumahan elit Green Garden, Jakarta Barat.
Akibat cara pengusiran dengan kekerasan, tangan dan kaki Michele biru lebam. Setelah diseret paksa keluar hingga terkena benturan benda tumpul.
Begitu juga perusakan beberapa barang didalam Vihara yang belum sempat diambil pengurus. Baik mobil operasional Yayasan Vihara Metta Karuna Maitreya masih teronggok di garasi, maupun uang sumbangan jamaah dalam brankas senilai ratusan juta rupiah. Belum lagi raibnya berbagai barang keperluan kerja dan inventaris yayasan lainnya.
Peristiwa ini terjadi karena ada pihak yang mempermasahkan lahan hibah yang dulu diberikan Amih Widjaya untuk ibadah Umat Budha. Bahkan surat-suratnya pun sudah dipegang pihak yayasan. Namun setelah Amih Widjaya meninggal, salah satu anaknya bernama Lily malah berupaya memperebutkan hibahan orang tuanya itu.
“Dulu, almarhum Amih Widjaya menghibahkan tanah seluas 300 meter pada yayasan. Lalu bertahap pengurus mendirikan bangunan Vihara tiga lantai di atas tanah tersebut. Pembangunan terealisir karena adanya sumbangan/donasi para jamaah Budha. Lahan itulah yang kini dipersengketakan keturunan Amih Widjaya dengan melibatkan berbagai pihak,” ungkap mereka.
Terkait kasus ini, media ini mencoba konfirmasi pihak yang permasalahkan hibah lahan wihara tersebut. Namun hingga berita ini dimuat, tak ada pihak yang bisa dikonfirmasi. (Edi Triyono)