Jakartakita.com – Hilangnya produksi di WK Sengkang sejak tanggal 12 September 2022 akan berdampak negatif bagi upaya pencapaian target lifting (salur) gas pada APBN 2022 serta hilangnya penerimaan negara. Hingga saat ini, belum adanya kepastian kapan gas sebesar 40 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) tersebut akan dimanfaatkan kembali untuk memenuhi kebutuhan sektor kelistrikan di Sulawesi Selatan khususnya Kabupaten Wajo tempat lokasi WK Sengkang beroperasi.
Sebelum akhir bulan September 2022 produksi WK Sengkang sebagian besar dialokasikan dan dialirkan untuk kelistrikan di wilayah Sulawesi Selatan setelah dikurangi pasokan gas untuk jargas rumah tangga di Kabupaten Wajo. Pada saat ini, produksi gas dari Lapangan tersebut tidak dapat disalurkan untuk kelistrikan karena terdapat ketidaksepakatan antara PLN dengan perusahaan penyedia pembangkit listrik (Independent Power Producer / IPP) dalam hal ini PT Energy Sengkang.
“Dampak dari tidak tersalurkannya produksi gas di WK Sengkang tidak hanya mengakibatkan potensi produksi gas menjadi tertahan, namun juga negara tidak lagi mendapatkan penerimaan dari penjualan gas tersebut. Lebih dari itu, kami khawatir kerja keras Pemerintah untuk mendorong peningkatan investasi hulu migas menjadi terkendala,” kata Deputi Keuangan dan Komersialisasi SKK Migas Kurnia Chairi di Jakarta, Senin (19/12).
Kurnia menambahkan bahwa kebijakan Pemerintah yang memberikan keberpihakan di sektor kelistrikan dengan harga gas yang murah harusnya dapat dipergunakan sebaik-baiknya untuk mendukung penyediaan energi yang relatif bersih dalam rangka meningkatkan perekonomian Indonesia di era transisi energi saat ini.
SKK Migas dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) sepenuhnya mendukung kebijakan Pemerintah agar gas diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan domestik. Karena itu, kami berharap para pembeli, termasuk PLN agar melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah. “Ditengah tingginya harga gas dunia serta kendala pasokan akibat perang Rusia – Ukraina, sesungguhnya menjual gas di pasar internasional sangat menguntungkan dan memberikan devisa bagi negara. Namun, kami tegaskan SKK Migas dan KKKS mendukung penuh kebijakan Pemerintah agar produksi gas di prioritaskan untuk domestik. Kami berharap pihak lain, khususnya pembeli gas agar merealisasikan komitmemnya dan ikut melaksanakan kebijakan Pemerintah,” tegas Kurnia.
SKK Migas meminta kepada pihak-pihak yang bersengketa untuk segera menyelesaikan permasahan agar gas dari WK Sengkang dapat segera dialirkan dan dijual kembali guna memenuhi target lifting dan mengoptimalkan penerimaan negara serta menjaga iklim investasi hulu migas agar tetap kondusif.
“Kebutuhan migas kedepan semakin besar sebagaimana ditetapkan dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN). SKK Migas dan KKKS telah merumuskan rencana dan strategi Indonesia Oil and Gas 4.0 agar dapat mendukung penyediaan energi migas yang terus meningkat dengan target di tahun 2030 produksi minyak mencapai 1 juta barel per hari (BOPD) dan gas 12 miliar kaki kubik per hari (BSCFD), dengan kebutuhan investasi hingga 2030 sekitar US$ 179 miliar,” terang Kurnia.
“Kita semua tidak ingin dikemudian hari, karena kurangnya kepercayaan investor menyebabkan tidak optimalnya target investasi yang masuk ke industri hulu migas, akibatnya ditengah kebutuhan minyak dan gas yang terus meningkat, produksi migas nasional tidak mampu memenuhinya. Akibatnya, negara harus mengimpor dan tentu membebani defisit transaksi berjalan,” pungkas Kurnia. (Edi Triyono)