Pertumbuhan AMDK Galon Bebas BPA Melaju Kencang, Didorong Konsumen yang Makin Peduli Kesehatan

JakartaKita.com – Saat ini, makin tinggi kesadaran masyarakat akan bahaya paparan Bisphenol A (BPA) pada air minum dalam kemasan (AMDK), dan ini berdampak langsung pada makin kencangnya pertumbuhan AMDK bebas BPA (BPA-free). Namun, kesadaran ini masih perlu ditingkatkan untuk mencegah berlanjutnya paparan BPA yang berbahaya pada tubuh manusia.

Peningkatan kesadaran masyarakat yang makin peduli dengan keamanan air minum ini dibenarkan oleh Asosiasi Produsen Air Minum Kemasan Nasional (Asparminas), yang ditunjukkan melalui penjualan AMDK galon bebas BPA yang terus tumbuh. Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Air Minum Kemasan Nasional (Asparminas) Nio Eko Susilo mengatakan, kesadaran masyarakat akan bahaya BPA sudah cukup tinggi. Hal ini berdampak pada produk air minum galon yang menggunakan kemasan bebas BPA makin diminati masyarakat.

Foto: Jakartakita.com/Edi Triyono

“Ada peningkatan minat konsumen pada produk galon yang bebas BPA dalam beberapa tahun terakhir,” kata Nio Eko Susilo dalam diskusi Klub Jurnalis Ekonomi Jakarta (KJEJ) dengan tema “Menguatnya Kesadaran Konsumen di Balik Pesatnya Pertumbuhan Galon PET,” di Ruang CENTRIS, Sekolah Pascasarjana Universitas Sahid, Gedung Sahid Sudirman Centre Lt.5, Jl. Jend. Sudirman, Jakarta Pusat, Senin (20/11/2023).

Eko Susilo menilai, industri AMDK merupakan industri yang unik, di mana tercatat ada 1.200 produsen AMDK, 2.100 merek air kemasan serta 7.000 izin edar. Volume produksi AMDK telah mencapai 35 miliar liter (2021) dengan nilai pasar mencapai lebih dari Rp 40 triliun/tahun.

Industri AMDK mengalami pertumbuhan yang relatif stabil setiap tahunnya, dengan besaran pertumbuhan paling sedikit 5% per tahun. Asparminas meyakini industri AMDK masih punya peluang untuk tumbuh lebih besar lagi mengingat potensi yang ada.

“Estimasi kami industri AMDK secara keseluruhan (baik kemasan gelas, botol maupun galon) akan bertumbuh minimal 5%,” tuturnya.

Sampai kuartal ketiga tahun ini, lanjut Eko Susilo, penjualan galon bening dari plastik bebas BPA jenis Polyethylene Terephthalate (PET) mengalami kenaikan signifikan, tumbuh dua digit, sebaliknya penjualan galon PC dari market leader relatif stagnan.

“Bila BPOM mengencangkan sosialisasi bahaya senyawa kimia BPA pada kemasan galon PC dan masyarakat kian tersadarkan, tentunya potensi pertumbuhannya akan lebih besar lagi. Terlebih bila pemerintah nanti resmi mengeluarkan peraturan pelabelan risiko BPA,” ujar Eko Susilo.

Sebagai informasi tambahan, market share AMDK masih didominasi oleh penjualan market leader di sektor galon, botol dan cup, dengan total porsi pasar 57,9%. Penjualan galon isi ulang dari merek lainnya totalnya mencapai 25,4% total pangsa pasar. Penjualan kemasan botol plastik di luar market leader mencapai 8,1%, kemasan cup di luar market leader 6,6% dan galon sekali pakai dengan total pangsa pasar 2%.

Eko Susilo memprediksi persaingan di pasar galon ‘BPA Free’ akan semakin sengit. Market leader AMDK yang selama ini memproduksi galon berbahan kemasan plastik polikarbonat mengandung senyawa BPA, belakangan ini juga telah memperkenalkan kemasan galon dari plastik bebas BPA jenis PET.
“Market leader industri AMDK telah mengeluarkan AMDK galon PET, meskipun peredarannya masih sangat terbatas di beberapa wilayah, antara lain Bali dan Manado,” ujar Eko Susilo.


Eko Susilo juga mencatat tren peningkatan kepedulian terhadap kemasan galon PET tidak terlepas dari keamanan dan mutu kemasan tersebut. PET adalah jenis plastik kualitas tinggi yang lazim digunakan untuk AMDK botol plastik segala merek, dan pembuatannya tidak menggunakan BPA. Selain lebih aman, harganya lebih murah dan diproduksi di dalam negeri.


Dr. Algooth Putranto selaku Kepala CENTRIS (Center for Enterpreneurship, Tourism, Information and Strategy) Sekolah Pascasarjana Universitas Sahid mengatakan, banyak anak muda saat ini sudah peduli terhadap apa yang mereka konsumsi.


Anak muda sekarang cenderung lebih memilih untuk menkonsumsi makanan dan minuman yang sehat. Algooth mengungkapkan, riset Future Foundation pada 2016 mendapati generasi milenial memiliki kecenderungan meninggalkan merek-merek terkenal.


“Milenial sekarang merupakan segmen terbesar penduduk di seluruh dunia. Mereka berbeda dalam banyak hal,” jelas Algooth.
Algooth menambahkan, Goldman Sachs Investment Research 2018 mendapati konsumen dari generasi milenial memiliki kecenderungan untuk mengonsumsi makanan dan minuman sehat dibandingkan generasi terdahulu mereka.


“Bagaimana di dalam negeri? Survei JAKPAT bertajuk ‘Healthy Meals Among Indonesian Millennials’ pada 2018 mendapati hal yang sama dan tren ini menurun pada generasi Z,” ujar Algooth.
Menanggapi konflik Palestina-Israel yang berujung penguatan gerakan Boycott, Divestment & Sanctions (BDS), Algooth menilai banyak brand lokal yang bisa menggantikan brand-brand impor yang terdampak.
“Konflik kedua bangsa ini bukan konflik agama. Jadi spektrum gerakan ini luas. Meski demikian kita melihat bahwa perusahaan nasional harus mampu tampil menggantikan produk yang mengalami BDS. Saya yakin perusahaan nasional kita banyak yang bisa menggantikan brand-brand yang mengalami BDS,” jelas Algooth.


Editor CNBC Indonesia, Hadijah Alaydrus menilai bahwa berdasarkan pengalamannya, dari kaca mata media, para pembaca telah memahami bahaya penggunaan BPA dalam AMDK. Tapi di sisi lain, lanjut Hadijah, ada juga media yang membuat bingung pembaca karena menyebut AMDK non-BPA juga berisiko.


“Media bisa membantu meluruskan dan memberikan info-info secara jelas ke masyarakat. Dari sisi ekonomi, misalnya, media bisa menulis tentang keuntungan penggunaan kemasan bahan PET bagi kalangan UMKM,” pungkas Hadijah. (Edi Triyono)

Comments (0)
Add Comment