Jakartakita.com – Pada tahun 2024, Indonesia secara resmi menjadi anggota ke-38 dari Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), sebuah organisasi terkemuka dalam kerja sama ekonomi internasional.
“Terpilihnya Indonesia sebagai anggota OECD dapat membantu memperluas akses ke jaringan global, mendapatkan beragam sumber daya dan memberikan kesempatan lebih besar untuk terlibat secara proaktif dalam berbagai inisiatif internasional dan memperluas peluang kerja sama di berbagai bidang,” ujar Pakar Hukum Bisnis dan Perdagangan Internasional Prof. Dr. Ariawan Gunadi, S.H., M.H di Jakarta, Selasa (27/2/2024).
Menurut Ariawan dengan bergabung dalam OECD, Indonesia dapat memperoleh akses lebih luas terhadap pengetahuan, keahlian, dan sumber daya finansial yang diperlukan untuk meningkatkan kemajuan ekonomi dan sosialnya. Selain itu, keanggotaan ini juga dapat memperkuat hubungan diplomatik dan membangun kemitraan yang lebih kokoh dengan negara-negara anggota OECD dalam menghadapi tantangan global.
Lebih lanjut, Profesor termuda alumnus Universitas Indonesia ini mengatakan keanggotaan OECD dapat memberikan dorongan besar terhadap nilai jual produk Indonesia serta meningkatkan daya saingnya di pasar global. “Status keanggotaan ini juga menciptakan kesan bahwa Indonesia mengikuti standar internasional yang tinggi dalam hal ekonomi dan kebijakan publik sehingga meningkatkan kepercayaan investor dan pelaku pasar global terhadap produk Indonesia,” sambung Ariawan.
Manfaat lain yang didapat sebagai anggota OECD, lanjut Ariawan, dapat memberikan dukungan penting untuk meningkatkan pendapatan per kapita Indonesia. “Merujuk kepada laporan yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik Indonesia, pertumbuhan PDB per kapita Indonesia pada tahun 2023 mencapai Rp 75 juta atau US$4.919,7. Angka tersebut menunjukkan bahwasanya PDB per kapita Indonesia naik sebesar 5,63% jika dibandingkan dengan PDB per kapita Indonesia pada tahun lalu. Meskipun demikian, Pemerintah Indonesia tidak boleh berpuas diri karena nilai PDB per kapita Indonesia masih jauh di bawah rata-rata PDB per kapita negara-negara OECD lainnya, yakni di atas US$10.000,” beber Ariawan yang juga Guru Besar Universitas Tarumanagara.
Dengan bergabungnya Indonesia ke OECD juga dapat membantu dalam merumuskan kebijakan ekonomi yang tepat untuk melepaskan diri dari perangkap negara pendapatan menengah (middle income trap) sehingga dapat melangkah lebih jauh menuju negara pendapatan tinggi (high income trap) dalam mempercepat transformasi struktural yang diperlukan untuk pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.
Lebih lanjut Ariawan mengatakan status keanggotaan OECD akan membuka pintu bagi investor asing yang mencari peluang bisnis yang stabil dan berkelanjutan untuk menanamkan investasi di Indonesia. “Hal ini akan meningkatkan citra Indonesia sebagai pasar yang terbuka dan reputasi ramah investasi serta memberikan kepercayaan kepada investor internasional karena menunjukkan bahwa Indonesia telah memenuhi standar global dalam berbagai aspek ekonomi, sosial, dan kelembagaan,” lanjut Ariawan.
Untuk itu pemerintah perlu mengambil langkah strategis pasca ditetapkannya menjadi anggota OECD diantaranya menerapkan tata kelola yang baik dengan standar internasional yang diakui oleh OECD untuk membantu meningkatkan integritas dan efisiensi sistem pemerintahan Indonesia. Selain itu pemerintah perlu menyelaraskan regulasi dalam berbagai sektor, mulai dari kebijakan perizinan hingga persaingan usaha, agar sesuai dengan standar OECD. “Perlu dilakukan upaya serius dalam memberantas korupsi dan penghindaran pajak untuk memperkuat kepercayaan investasi dan keadilan pajak,” tambah Ariawan.
Pemerintah juga harus meningkatkan perlindungan lingkungan kepada pelaku usaha dalam negeri agar mampu bersaing secara adil di pasar global dan yang tidak kalah penting untuk secara aktif mempelajari praktik terbaik dalam pengembangan ekonomi dan kebijakan publik dari negara-negara anggota OECD lainnya. (Edi Triyono)