Jakartakita.com – Saat ini, salah satu hal yang menjadi masalah finansial dalam masyarakat adalah maraknya penawaran pinjaman secara “online” (pinjol) atau dikenal juga dengan pinjaman daring.
Menjadi masalah, karena banyak pinjol yang beredar berstatus ilegal.
Mereka memberikan pinjaman dengan cara yang sangat mudah dan cepat sehingga masyarakat tergiur.
Namun, berakhir dengan kesulitan keuangan karena tidak mampu melunasi pinjaman serta bunga yang tinggi.
Menyikapi hal ini, Faculty Head Sequis Quality Empowerment, STAE, Yan Ardhianto Handoyo, AWP®, RFP® menyebutkan, aktivitas literasi digital dan literasi finansial harus menjadi hal primer dalam masyarakat, terutama di kalangan generasi muda, gen Z dan milenial, demi menjaga finansial mereka saat ini dan masa depan.
“Jika kondisi finansial buruk maka akan sulit mencapai pendidikan yang layak dan tinggi. Berikutnya menyusul masalah sosial akan meningkat, seperti kemiskinan, kesehatan yang rendah, angka kematian, tingkat pengangguran hingga kriminalitas,” ujar Yan Ardhianto seperti dilansir dalam siaran pers, Jumat (18/10).
Menurut Yan, sebenarnya, pemerintah sudah melakukan upaya pemberantasan.
Data dari OJK menyebutkan bahwa 9.062 entitas keuangan ilegal yang terdiri dari 1.235 entitas investasi ilegal, 7.576 entitas pinjaman online ilegal/penawaran pinjaman pribadi, dan 251 entitas gadai ilegal sudah dihentikan oleh Satgas OJK sejak tahun 2017 s.d Maret 2024.
Namun demikian, meski sudah ada upaya pemberantasan, masih saja banyak masyarakat yang terjebak dengan pinjol ilegal.
Selain pinjol, hal lain yang tengah marak adalah judi online (judol) atau dikenal juga dengan judi daring.
Kegiatan judol menjadi marak karena tidak perlu bertatap muka atau datang ke lokasi bandar.
Cukup menggunakan gawai yang tersambung dengan internet dan hanya menyertakan nomor rekening bank atau dompet digital serta e-mail sudah bisa mendapatkan akun di situs judi.
Tanpa ada batasan, dapat dilakukan kapanpun dan tidak takut bisa tepergok keluarga, teman, atau aparat.
Data dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) memberitakan bahwa di Januari 2024 Menteri Kominfo telah memutus akses lebih dari 800 ribu konten judi online.
Menurutnya, upaya pemberantasan judol dan pinjol harus dilakukan secara aktif dan profesional karena akses ke situs-situs tersebut masih bisa ditemukan.
“Menjadi ancaman yang sangat serius sebab mereka yang terjebak pinjol karena uangnya digunakan untuk bermain judol. Banyaknya orang yang terjebak dalam lingkaran utang pinjol dan sulit lepas dari kebiasaan judol ini memicu masalah ekonomi dan psikologis di masyarakat,” jelasnya lagi.
Ditambahkan, bunga pinjaman yang diberikan sangat tinggi dan denda yang tidak transparan.
Belum lagi ada rasa ketakutan akan ancaman karena tidak melunasi saat jatuh tempo dan rasa malu terhadap keluarga dan komunitasnya telah mengganggu kesehatan mental dan fisik.
Sebagian besar yang menjadi korban adalah masyarakat kelas menengah kemudian masyarakat kelas bawah.
Lebih lanjut Yan mengingatkan, agar masyarakat khususnya generasi muda yang baru mulai mendapat penghasilan bahwa ketidaktahuan tentang risiko pinjol dan judol sedari awal sangat berbahaya karena berpotensi menyebabkan kecanduan, merusak produktivitas, dan menghancurkan hubungan sosial.
Banyak yang kehilangan uang dalam waktu singkat dan tetap terjebak dalam lingkaran utang.
Untuk itu, Sequis mendorong anak muda Indonesia untuk meningkatkan pengetahuan literasi finansial agar dapat mengelola keuangan dengan baik.
“Mengerti dan mampu menjalankan perencanaan keuangan dengan disiplin akan menolong Anda mampu mengelola pendapatan, terbiasa menabung, paham akan investasi yang formal, terhindar dari keputusan impulsif seperti mengambil pinjaman untuk bersenang-senang, terhindar dari pinjaman online dan judi online serta lebih memungkinkan dapat merencanakan masa depan,” sebut Yan.
Lebih lanjut disampaikan, pendapatan tinggi bukan jaminan menjadikan orang menjadi kaya.
“Hal penting adalah Anda berkeinginan kuat mengelola pendapatan dengan baik, berhati-hati sebelum memutuskan untuk mengambil pinjaman, dan membiasakan diri dengan gaya hidup sederhana dan berhemat. Mengelola pendapatan dapat dimulai dengan langkah sederhana, yakni memprioritaskan anggaran untuk kebutuhan utama dahulu, menyisihkan pendapatan untuk dana darurat sehingga jika ada keperluan mendadak tidak perlu meminjam, dan fokus meningkatkan aset dengan berinvestasi yang terencana dan jangka panjang serta melakukan mitigasi finansial melalui asuransi jiwa dan kesehatan,” terang Yan.
Di sisi lain, asuransi jiwa dan asuransi kesehatan adalah bagian dari perencanaan keuangan karena bermanfaat melindungi kondisi finansial dari kerugian tidak terduga, seperti sakit, kecelakaan, dan kematian.
Asuransi kesehatan, misalnya, akan berguna saat harus membayar biaya perawatan rumah sakit yang nilainya cenderung besar dan memaksa mencari pinjaman.
Sequis Q Infinite MedCare Shield Rider (IMC Shield) dari Sequis hadir dengan premi terjangkau.
Pasien bisa mengoptimalkan masa penyembuhan karena saat perawatan medis bisa mendapat kamar dengan 1 tempat tidur dan manfaat asuransinya hingga Rp12 miliar per tahun.
Selanjutnya, Yan kembali menekankan pada perlunya berhati-hati saat akan berutang.
Terutama pinjaman online, karena selain mengancam keuangan juga karena utang di lembaga jasa keuangan akan tercatat di Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) OJK.
“Jika utang tidak terkendali akan menurunkan skor kredit dan sulit mengakses fasilitas kredit, seperti KPR atau KTA. Banyak juga perusahaan sudah menggunakan riwayat kredit calon karyawan dalam proses rekrutmen. Lagipula pinjaman ilegal berpotensi membuat data pribadi seperti KTP, NPWP, data bank, nomor telepon tersebar luas dan disalahgunakan untuk pencurian identitas atau penipuan,” tandasnya.
Seperti diketahui, pada tahun 2045, Indonesia akan mendapatkan bonus demografi, yaitu jumlah penduduk Indonesia sekitar 70% tergolong dalam usia produktif (15-64 tahun).
Untuk itu, gen Z dan milenial harus dipersiapkan sejak dini agar kelak menjadi generasi cerdas pengetahuan, memiliki moral yang baik, dan mapan finansial.
Dengan demikian, cita-cita mulia Indonesia mencetak generasi emas dapat terwujud.