Hasil Riset IMMC Tentang Kualitas Pemberitaan Pemilukada DKI
Jakartakita.Com: Indonesia Media Monitoring Centre (IMMC) merilis riset terbarunya tentang pemberitaan Pemilukada Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI) Dalam rilisnya di Jakarta, Muhammad Farid, Direktur Riset IMMC, diantara beberapa temuannya adalah soal kualitas pemberitaan Pemilukada DKI di 7 media cetak nasional.
“Kualitas yang kami maksud disini mencakup beberapa hal. Pertama, sejauh mana pemberitaan Pemilukada DKI telah memenuhi kode etik dan paramater jurnalistik. Kedua, materi berita yang memiliki sisi edukasi politik pada para pembacanya. Jika ini terpenuhi, pemberitaan tentang Pemilukada dapat memberikan kontribusi pada pendewasaan paradigma demokratisasi masyarakat Jakarta secara umum,” jelas Farid.
Untuk melihat aspek kualitatif tersebut, kata Farid, ada beberapa hal yang dipotret terkait dengan dinamika pemberitaan Pemilukada DKI. Pertama adalah soal cek dan ricek pemberitaan. Secara umum, temuan IMMC, menunjukkan tingkat cek-ricek pemberitaan Pemilukada DKI di 7 media cetak nasional ini cukup tinggi. Namun, masih ada beberapa media yang belum sepenuhnya menjalankan kaidah ini. “Padahal ini sangat penting terkait dengan komprehensifitas sebuah berita. Menghindari pemberitaan-pemberitaan yang tidak valid. Apalagi, dalam dinamika Pemilukada yang penuh dengan kompetisi, mekanisme cek-ricek sangat penting.
Selanjutnya adalah soal cover both side. Yaitu soal bagaimana media memberitakan pasangan calon Gubernur DKI dalam dua sisi pandangan dari pihak-pihak yang ada. Tidak satu sisi saja. “Temuan IMMC menunjukkan bahwa tingkat cover both side media kita masih lemah. Sehingga banyak pemberitaan yang terkesan mono-perspektif. Tidak berimbang. Padahal, dalam politik ini sangat sensitif,” jelas Farid.
Aspek ketiga yang menjadi temuan IMMC adalah soal pencampuran antara opini dan fakta dalam pemberitaan tentang Pemilukada DKI. Berdasarkan hasil risetnya, IMMC menyimpulkan bahwa sebagian besar media dalam memberitakan pasangan calon Gubernur DKI secara jernih. Tidak ada percampuran opini dan fakta. Media sebagian besar berusaha objektif memberitakan kejadian yang terjadi. Namun, menurut Farid, masih ada dua media yang belum memisahkan dua aspek tersebut secara ketat. Sehingga fakta masih berbaur dengan opini dari media tersebut.
Aspek keempat adalah soal narasumber pemberitaan. Temuan IMMC menunjukkan bahwa sebgain besar narasumber pemberitaan Pemilukada DKIadalah pasangan calon itu sendiri. Hal ini menjadikan para kandidat tersebut sebagai sentral pemberitaan.
Tentang hal ini, Farid menjelaskan: “Sebesar 39% narasumber pemberitaan adalah kandidat itu sendiri. Setelah itu Anggota Tim Sukses sebesar 12%, Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) 9%, dan intelektual atau akademisi 6%. Dibawah itu, yang menjadi narasumber pemberitaan ada Pemerintah Pusat, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), tokoh masyarakat, Panitia Pengawas, hingga mahasiswa.”
Menurut Farid, cukup baik jika pemberitaan calon merujuk pada subjek yang bersangkutan. Sebuah pemberitaan harus mengakomodir perspektif berbagai pihak. Jangan satu dimensi saja. Pandangan tokoh masyarakat, LSM, pengawas, dan mahasiswa juga perlu diakomodir. Karena pandangan mereka, secara tidak langsung memberikan efek pengawasan terhadap transparansi pelaksanaan Pemilukada DKI. Demikian dijelaskan oleh Farid.
IMMC Jakarta
-Rio Yotto