Take a fresh look at your lifestyle.

Nasib penganut Syiah di Indonesia

0 1,285

Tiket Pesawat Murah Airy

Jakartakita.Com: Ratusan orang tiba-tiba menjadi tunawisma dan enam orang anak menjadi yatim setelah kampung mereka di komunitas Syiah di dusun Nangkernang di Sampang, Timur kembali diserang ratusan orang pada 26 Agustus silam.

Satu orang sesepuh warga bernama Hamamah alias Muhammad Khosim meninggal dunia saat berusaha menghalau para penyerang dan puluhan orang lainnya terluka.

Massa juga merusak dan membakar rumah-rumah warga. Ini adalah serangan kedua terhadap para pengikut Syiah di Sampang dalam waktu satu tahun setelah rumah dan pesantren mereka dibakar Desember 2011 lalu.Sedangkan pemimpin mereka, Tajul Muluk, mendekam di penjara karena divonis bersalah melakukan penodaan agama.

Hertasning Ichlas dari LBH Universalia yang juga menjadi juru bicara advokasi kasus Syiah Sampang meminta pemerintah tidak berdiam diri saja.

“Kami meminta pertanggungjawaban presiden dan pemerintah agar bertindak tegas dan tidak menjadi penonton saja dalam kasus ini, apalagi ada korban tewas,” kata Hertasning dalam wawancara dengan BBC Indonesia beberapa waktu lalu.

Kecaman terhadap peristiwa ini juga datang dari Kontras yang mengatakan bahwa jauh hari KontraS telah mengingatkan pemerintah dan Kepolisian Republik Indonesia untuk segera melakukan langkah evaluatif dan langkah antisipatif atas model penanganan serta pengamanan dalam menjaga kemananan dan ketertiban masyarakat di wilayah Sampang pasca penyerangan dan pembakaran tahun lalu.

Para aktivis meminta agar Majelis Ulama Indonesia (MUI) serta seluruh Ormas Keagamaan (NU-Muhammadiyah) untuk bisa membantu menenangkan massa dan memberikan pemahaman yang lebih baik tentang makna menghormati, kerjasama dan toleransi.

Syiah di Sampang bukan satu-satunya komunitas yang mendapat tekanan. Pengikut Syiah di Pekalongan, Bangil dan Bondowoso pun pernah mendapat intimidasi mulai dari ancaman hingga pelemparan batu.

Anggota Dewan Syuro Ahlul Bait Indonesia (ABI) Muhsin Labib mengatakan aliran Syiah sudah lama masuk ke Indonesia namun para pengikutnya baru membuka diri pasca revolusi Iran 1979 yang dipimpin Ayatollah Khomeini berhasil menumbangkan pemerintahan Shah Iran Reza Pahlevi.

Lemahnya perlindungan minoritas

Related Posts
1 daripada 5,163

Syiah bukan kelompok minoritas pertama di Indonesia yang menjadi sasaran kekerasan. Pada Pada 6 Februari 2011, sekitar 1.500 orang menyerang 21 muslim Ahmadiyah di Cikeusik, provinsi Banten. Tiga orang tewas mengenaskan dalam peristiwa itu.

ahmadiyahPenyerangan terhadap Ahmadiyah di Cikeusik mendapat sorotan dunia

Rekaman penyerangan yang kemudian diunggah di situs berbagi video Youtube menunjukkan massa menganiaya para korban sedangkan sekitar 30 polisi yang berada di lokasi tidak berdaya.

Insiden itu adalah puncak dari serangkaian perlakuan intimidatif terhadap pengikut Ahmadiyah.

Ahmadiyah dilahirkan pada 1889 oleh Mirza Ghulam Ahmad. Meski menyatakan diri sebagai muslim, ada sejumlah perbedaan prinsip antara Ahmadiyah dengan hampir semua mahzab Islam terutama tentang Nabi Muhammad sebagai nabi “terakhir” sehingga Ahmadiyah dianggap ‘sesat.’.

Departemen Luar Negeri Amerika Serikat menyorot kondisi kelompok Ahmadiyah dan keberadaan pasal penistaan agama di Indonesia dalam laporan tahunan tentang kebebasan beragama di dunia 2011.

“Penganut Ahmadiyah yang melanggar larangan pemerintah untuk berdakwah dapat dipenjara karena penistaan agama; lebih dari 26 pemerintah daerah memberlakukan larangan terhadap kelompok ini dan pemerintah gagal menghentikan pembunuhan terhadap tiga penganut Ahmadiyah serta pemukulan terhadap lima orang lainnya di Cikeusik, provinsi Banten oleh 1.500 orang,” kata laporan itu.

Menurut Wakil ketua Institut Setara untuk Perdamaian dan Demokrasi, Bonar Tigor Naipospos, laporan itu seharusnya membuat Indonesia refleksi terhadap kondisi kebebasan beragama di Indonesia yang belum ada kebebasan berarti.

Setara menganjurkan pemerintah merancang kebijakan yang membuat kaum minoritas di Indonesia merasa terlindungi. Pantauan Setara menunjukkan belum ada perubahan perlakuan terhadap kaum minoritas semenjak peristiwa Cikeusik.

RY – Jakartakita.Com | BBCIndonesia

Tinggalkan komen