Jakartakita.com – Ada yang mengatakan bahwa USG tidak perlu dilakukan terlalu sering. Tetapi ada juga yang bilang, USG aman sepanjang paparannya tak terlalu lama. Mana yang benar?
USG (Ultra Sono Graphy) merupakan suatu alat yang digunakan untuk memeriksa kondisi bagian dalam dari organ tubuh kita. Misalkan jantung, perut, ginjal, rahim, dan lainnya. Alat ini menggunakan gelombang bunyi dalam cara kerjanya. Pemeriksaan USG selama kehamilan terbukti aman berdasarkan penelitian. Bahkan, bisa dilakukan pada kehamilan kecil, tidak seperti radiologi yang menggunakan radiasi sinar X yang bisa menimbulkan kecacatan pada bayi.
Bahkan, WHO merekomendasikan negara berkembang untuk melakukan pemeriksaan USG minimal 4 kali selama kehamilan. Sekali saat hamil trimester pertama, sekali ketika memasuki trimester kedua, dan dua kali selama kehamilan trimester ketiga. Di luar itu, USG boleh dilakukan lebih dari 4 kali. Tergantung pada preferensi pasien dan dokter, kondisi sosial-ekonomi pasien, dan fasilitas yang tersedia.
Kenapa di awal kehamilan? Pada awal kehamilan selain menggunakan test pack untuk mengetahui kehamilan positif apa tidak, sebaiknya perlu ditunjang dengan pemeriksaan USG. Dengan USG akan didapatkan gambaran yang lebih jelas tentang kondisi rahim ataupun kehamilannya. Jadi diagnosa komplikasi-komplikasi di kehamilan trimester pertama bisa lebih cepat diketahui. Seperti Blighted Ovum, kehamilan ektopik, hamil anggur dan yang lainnya. Sehingga tindakan pun bisa cepat dilakukan agar tidak terjadi komplikasi lanjutan yang lebih parah seperti perdarahan bahkan kematian.
Sementara di trimester kedua terutama pada usia kehamilan 28 minggu. USG penting untuk mengetahui posisi janin (normal, sungsang, melintang), cacat bawaan si bayi antara lain hidrosefalus, down syndrome, kelainan plasenta, hingga bibir sumbing, serta kondisi dan letak plasenta di dalam rahim. Sehingga dapat dilakukan penanganan sedini mungkin untuk menyelamatkan ibu dan bayi.
Seperti misalnya posisi sungsang, maka si ibu akan dianjurkan berlama-lama dalam posisi sujud untuk memutar posisi bayinya sehingga diharapkan kepala bayi menjadi di bawah. Hal ini akan sulit dilakukan jika usia kehamilan sudah mencapai 32 minggu.
Contoh lain adalah diketahuinya posisi plasenta tidak pada tempat semestinya. Misal menutupi jalan lahir yang biasa disebut plasenta previa. Maka si ibu akan diberi nasehat untuk berhati-hati dengan keluhan yang berkaitan dengan perdarahan dari jalan lahir, dan akan disiapkan kemungkinan persalinannya nanti melalui operasi Caesar. Kondisi ini tidak memungkinkan persalinan secara normal karena akan memicu perdarahan banyak yang bisa menyebabkan kematian ibu dan bayi. Bonus lainnya pada pemeriksaan USG di masa ini adalah bisa dilihat dengan lebih jelas jenis kelamin bayinya.
Selanjutnya di trimester akhir atau menjelang persalinan, USG penting untuk meninjau sekali lagi posisi terakhir si bayi, letak plasenta dan kondisinya, jumlah air ketuban, sehingga bisa diputuskan untuk bersalin dengan metode-metode tertentu ( normal, induksi, Caesar) sesuai dengan kondisi masing-masing.
Pemeriksaan USG (ultrasonografi) memakai gelombang suara berfrekuensi tinggi, sekitar 20.000 Hertz. Kabar baiknya: USG dianggap aman karena tidak ada panas yang dihantarkan dan tidak ada sinar X yang dipancarkan. Energi mekanik dari gelombang suara sebesar itu memang dipakai secara menyebar. Menurut WHO (World Health Organization), gelombang suara ultrasonik ini baru berdampak negatif bila digunakan sampai 400 kali. Jadi bahkan USG aman sekalipun dilakukan tiap minggu, hanya tentu saja tidak aman untuk kantong.
Sumber: Buku ‘Haru Biru Si Ibu Baru’