Kriminolog UI: Efek Jera Hukuman Mati Itu Mitos
Jakartakita.com – Iqrak Sulhin, Kriminolog Universitas Indonesia di Jakarta, Sabtu (7/3) beranggapan bahwa efek jera yang ditimbulkan dari adanya hukuman eksekusi mati hanya mitos belaka. Pernyataan ini juga merupakan bentuk penolakannya terhadap eksekusi mati di Indonesia.
Lebih lanjut ia menjelaskan, angka penggunaan narkoba di Indonesia tidak akan menurun jikapun hukuman mati seperti yang dilakukan seperti saat ini, dilakukan terus.
Menurutnya apabila nanti terjadi penurunan, itu pun bukan dari efek jera yang timbul, melainkan sebuah masa bagi para gembong kartel narkoba untuk membaca situasi. Contohnya, bisa dilihat pada saat dibentuknya UU No. 22 Tahun 1997 tentang narkotika, yang sempat terjadi penurunan angka tren narkotika.
“Ini bukan menciptakan rasa jera, tetapi hanya periode dimana penjahat di luar sana membaca situasi. Kita lihat saja nanti apa benar hukuman mati ini memberikan efek jera,” jelas Iqrak.
Sebagai informasi, di dalam UU tersebut sangat jelas disebutkan pada pasal 80, 81, dan 82 bahwa para produsen dan distributor dalam kondisi tertentu dapat dijatuhi pidana mati.
Sementara itu, meskipun banyak menimbulkan polemik dan perdebatan di dunia, Indonesia tetap akan melanjutkan hukuman mati terhadap sepuluh terpidana mati. Tiga diantaranya sudah dibawa ke LP Besi, Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah yakni Andrew Chan, Myuran Sukumaran asal Australia dan Raheem Agbaje asal Nigeria.
Sementara, Serge Areski Atlaoui asal Prancis, Zainal Abidin warga Indonesia, Rodrigo Gularte asal Brazil, Okwudili Oyatanze, Silvester Obiekwe Nwaolise alias Mustofa asal Nigeria serta Martin Anderson alias Belo asal Ghana masih berada di LP Pasir Putih.