Kenaikan UMR Berpengaruh Pada Nasib Industri Sepatu
Jakartakita.com – Indonesia merupakan salah satu produsen sepatu terbesar di dunia. Namun saat ini, jumlah produksi terus menurun dikarenakan berkurangnya permintaan ekspor.
Di pabrik sepatu Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, misalnya. Nampak beberapa orang mengemas sepatu ke dalam kotak. Sebagian dari mereka nampak sedang memotong kulit, menjahit dan juga mengelem produk alas kaki.
Pabrik ini awalnya memiliki kurang lebih 350 buruh pekerja. Tetapi sekarang, terlihat hanya segelintir orang yang bekerja. Ini dikarenakan permintaan produk untuk ekspor menurun pada awal tahun ini.
“Sekarang kami mempekerjakan kurang dari 100 orang. Kami sekarang beralih dengan mulai menggunakan mesin untuk mengurangi jumlah buruh. Satu mesin bisa menggantikan tiga orang buruh, kami sedang mengarah kesana karena lebih efisiensi,” jelas Direktur PT Gradial Perdana Perkasa, Agustinus Susanto, belum lama ini.
Pengusaha lain, Hengky Soesanto, mengatakan upah minimum yang naik sampai 60% selama tiga tahun terakhir sangat membebani perusahaannya.
Terkait permasalahan naiknya UMR ini, Hengky Soesanto mengaku sedang berupaya agar perusahaannya tidak pailit. Hengky, saat ini memiliki kurang lebih dari 2.200 karyawan, dan kini mereka semua terancam terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) jika kondisi tidak berubah.
Sebagai informasi, besaran kenaikan upah minimum di Indonesia tidak dapat diprediksi karena ditentukan berdasarkan perundingan yang dilakukan oleh Perwakilan Buruh, Pengusaha dan Pemerintah Daerah setiap tahunnya.
Indonesia sendiri, pernah tercatat sebagai negara yang mampu memenuhi sekitar 3% kebutuhan pasar dunia. Diharapkan kondisi seperti ini tidak akan berdampak beralihnya produksi sepatu ke negara lain seperti Vietnam, Kamboja, Myanmar, India, dan Cina.