Kondisi Fiskal Membaik, Pertumbuhan Ekonomi Capai 6 Persen Tahun Depan
Jakartakita.com – Dalam publikasi ekonomi tahunannya, Asian Development Outlook 2015, di Jakarta pada Selasa (24/3/2015), ADB memproyeksikan pertumbuhan PDB Indonesia akan mencapai 5,5% tahun ini, dan 6,0% pada 2016. Pada 2014, perekonomian Indonesia tumbuh 5,0%.
Salah satu pemicu utama pertumbuhan tersebut adalah pengurangan subsidi bahan bakar pada November lalu. Pengurangan subsidi memperbaiki kondisi fiskal dan menyebabkan tersedianya sumber daya yang besar untuk dialokasikan ke hal-hal yang lebih produktif, termasuk infrastruktur fisik dan sosial.
“Pemerintahan Presiden Joko Widodo telah memulai reformasi kebijakan untuk memperbaiki iklim investasi. Kami berharap pemerintah dapat melanjutkan upaya ini dengan mengeluarkan berbagai kebijakan yang mempercepat pembangunan infrastruktur, mengurangi biaya logistik, dan memperkuat proses implementasi anggaran,” kata Deputy Country Director ADB Indonesia, Edimon Ginting.
Penghematan tersebut memungkinkan pemerintah untuk menambah alokasi belanja modal 2015 hingga lebih dari dua kali lipat, meningkatkan belanja program pendidikan dan kesehatan, serta menurunkan target defisit fiskal menjadi 1,9% dari PDB. Tambahan alokasi belanja modal juga berasal rencana untuk menaikkan penerimaan pajak, eksekusi anggaran yang lebih baik, reformasi kebijakan untuk mendorong investasi pihak swasta, pengeluaran rumah tangga yang besar, serta penurunan tajam angka inflasi.
Setelah mengalami perlambatan pertumbuhan selama empat tahun, 2014 menandai munculnya reformasi kebijakan untuk mendorong pemulihan ekonomi, yang dilaksanakan oleh pemerintah baru yang dilantik Oktober lalu. Selanjutnya, pelaku ekonomi menunggu apakah pemerintah dapat mempertahankan momentum reformasi tersebut dan mengembangkan sektor manufaktur yang berorientasi pada ekspor.
Menghidupkan kembali sektor manufaktur adalah salah satu tantangan kebijakan terbesar bagi Indonesia setelah commodity boom memudar. Indonesia memerlukan sumber pertumbuhan ekspor baru untuk mengembalikan pertumbuhan PDB di atas 6%.
Meski demikian, sektor manufaktur masih terkendala oleh berbagai faktor, antara lain infrastruktur yang semakin tidak memadai, ketidakpastian aturan, dan biaya logistik yang tinggi. Terkait biaya logistik, pemerintah berencana untuk mengatasinya dengan berinvestasi besar-besaran pada infrastruktur pelabuhan dan transportasi, serta memperbaiki iklim investasi dengan layanan perizinan investasi satu atap.