Pentingnya Perlindungan Privasi Data, di Tengah Menjamurnya Internet of Things (IoT)
Jakartakita.com – Di tengah dunia digital serba terhubung yang rawan sekarang ini, konsumen telah memiliki kesadaran akan pentingnya privasi, namun mereka belum juga tergerak untuk menerapkan upaya-upaya perlindungan diri.
Hal tersebut menjadi salah satu temuan utama dalam sebuah riset terbaru mengenai keamanan dan privasi yang digawangi oleh Trend Micro Incorporated.
Studi global bertajuk “Privacy and Security in a Connected Life: A Study of US, European and Japanese Consumers,” yang pelaksanaannya dilakukan oleh Ponemon Institute mengungkapkan, hampir sebagian besar konsumen meyakini bahwa tren Internet of Things (IoT) membawa manfaat yang jauh lebih besar dibandingkan dampak permasalahan terkait privasi yang ditimbulkannya.
Dalam riset ini digambarkan mengenai tingkat pemahaman dan kepedulian konsumen akan pentingnya menjaga privasi, serta kemauan untuk mengubah perilaku yang dapat mengancam keamanan dan privasi mereka, serta tingkat pemahaman konsumen akan tingginya nilai yang terkandung dalam informasi personal mereka.
“Hasil temuan yang tersaji dalam riset tersebut menggambarkan bahwa telah munculnya kesadaran akan privasi dan keamanan, namun belum menunjukkan tergeraknya konsumen untuk melakukan upaya-upaya dan tindakan dalam mengatasinya, tidak peduli di manapun asal mereka tinggal,” ungkap Raimund Genes, CTO, Trend Micro, dalam siaran persnya baru-baru ini.
Ia juga menjelaskan, sebagian besar dari mereka yang telah memiliki kesadaran bahwa mereka adalah konsumen, yang rawan dengan gangguan keamanan dan privasi. Tidak juga berupaya untuk mengubah perilaku maupun cara mereka dalam berbagi informasi.
Hal ini bisa ditengarai sebagai akibat kurang pahamnya konsumen dalam melindungi data personal. Dalam hal ini, perlu perhatian khusus dari konsumen, untuk mengetahui perlindungan keamanan dan privasi.
“Privasi merupakan hak setiap individu. Setiap individu berhak atas kerahasiaan informasi-informasi penting yang bersifat sensitif dan sangat pribadi, kecuali upaya penyebaran informasi tersebut dilakukan atas kesadaran penuh dari pemiliknya,” sambung Dr. Larry Ponemon, chairman and founder, Ponemon Institute.
Namun begitu, temuan yang diperoleh dari riset ini sungguh mengejutkan. Banyak konsumen yang mengatakan tidak segan-segan untuk mengungkapkan informasi, seperti nama, jenis kelamin, kebiasaan belanja, bahkan kondisi kesehatan serta informasi terkait login dengan bayaran tertentu.
Ditambahkan oleh Larry, bahkan ketika ditanyakan lebih lanjut, mereka bersedia menjual informasi personal mereka dengan kompensasi biaya dalam kisaran harga $2,90 hingga $75,80.”
Meski terdapat perbedaan mengenai tarif rata-rata dari kompensasi biaya yang mereka tarik terkait penjualan informasi di setiap wilayah, para responden meyakini bahwa rata-rata sebuah data bernilai $19,60.
Dari hasil studi tersebut, diperoleh daftar tarif rata-rata yang dipatok untuk setiap data yang didapatkan. Berikut patokan tarif yang terbilang mahal:
- Password – $75,80
- Kondisi kesehatan – $59,80
- Detil pembayaran – $36
- Riwayat kredit – $29,20
- Kebiasaan belanja $20,60
Berikut patokan tarif yang terbilang murah:
- Gender – $2,90
- Nama – $3,90
- Nomor telepon – $5,90
Sebagai informasi, riset yang dibuat ini melibatkan sebanyak 1.903 responden yang tersebar di berbagai negara, seperti Belgia, Denmark, Perancis, Jerman, Yunani, Irlandia, Italia, Jepang, Luxemburg, Belanda, Polandia, Rusia, Slovenia, Spanyol, Swedia, Swiss, Inggris Raya dan Amerika Serikat.