Sejarah Telah Diukir, Presiden AS Bersalaman Dengan Presiden Kuba Setelah Puluhan Tahun Kedua Negara Bermusuhan
Jakartakita.com – Presiden Amerika Serikat, Barack Obama dan Presiden Kuba, Raul Castro berjabatan tangan pada pertemuan KTT Amerika di Panama City, Panama, Jumat (10/4) waktu setempat.
Pemandangan langka ini, seakan menjadi simbol upaya keduanya untuk menjalin kembali hubungan diplomatik yang putus pada tahun 1961.
Selain berjabat tangan, kedua pemimpin tersebut sempat bertukar kata-kata sejenak, sementara Sekjen PBB, Ban Ki-moon dan para pemimpin lainnya memandang ke arah keduanya.
Seorang pejabat AS mengatakan, pertemuan Obama-Castro tersebut merupakan ‘interaksi informal’. “Tak ada percakapan substantif antara kedua pemimpin,” ujar pejabat AS tersebut, seperti dilansir kantor berita AFP, Sabtu (11/4/2015).
Percakapan yang lebih luas antara kedua pemimpin tersebut, rencananya akan dilakukan pada Sabtu (11/4/2015) waktu setempat. Ini akan menjadi pembicaraan pertama antara para pemimpin AS dan Kuba sejak kedua negara itu putus hubungan diplomatik pada tahun 1961 silam. Belum diketahui apa saja yang akan dibahas dalam pertemuan bersejarah tersebut.
Sebelumnya, sesaat sebelum Konferensi Tingkat Tinggi Organisasi Negara Amerika (OAS) digelar, Barack Obama mengatakan bahwa negaranya tak akan lagi turut mencampuri urusan kawasan Amerika Latin sebagaimana dilakukan pada masa lalu.
“Asumsi bahwa Amerika Serikat dapat ikut campur di belahan dunia ini tanpa hukuman, hari-hari itu kini telah berlalu,” ujar Obama di hadapan forum pemuka masyarakat sipil di Panama City, seperti dilaporkan koresponden BBC, Vanessa Buschschluter.
Arah pernyataan itu amat mungkin secara khusus tertuju pada pemimpin Kuba, Raul Castro.
Obama juga mengatakan, pemulihan hubungan AS-Kuba akan memperbaiki taraf kehidupan rakyat Kuba.
“Bukan karena kami, Amerika Serikat, yang menerapkan, tapi melalui talenta, keaslian, aspirasi, dan percakapan semua kalangan rakyat Kuba. Sehingga mereka bisa menentukan jalan terbaik menuju kesejahteraan,” ujar Obama.