Stasiun Palmerah dalam Sejarah
Jakartakita.com – Bagi Anda warga Jakarta yang sering menggunakan moda transportasi KRL commuter line dari Tangerang ke Kota atau Tanah Abang, begitupun sebaliknya. Pasti tidak asing dengan Stasiun Palmerah. Pasalnya, Stasiun Palmerah merupakan jalur penting perlintasan kereta api pada rute tersebut.
Tetapi tahukah Anda kalau ternyata usia Stasiun Palmerah ternyata sudah ratusan tahun. Menurut berbagai sumber, Jalur Kereta dan Stasiun Palmerah sudah beroperasi sejak tahun 1899. Konon pembukaan jalur kereta api itu adalah pengembangan jalur kereta api atau trem uap dari Batavia menuju Tangerang dengan cabang dari Djembatan Doewa menuju Palmerah.
Jalur trem uap menuju Palmerah melewati beberapa halte, yaitu halte Gang Chaulan, halte Djati Lama,halte Pekembangan, dan halte akhir Palmerah. Dari titik koneksi utama sampai titik akhir di halte Paal Merah, jalur trem uap itu membentang sepanjang 8.49 kilo meter.Dengan dibukanya jalur trem uap Palmerah, arus transportasi dari tengah kota Batavia mulai terhubung menuju pinggiran kota di Kebayora.
Sejak akhir abad ke-19 itu, kondisi lalu lintas dari pusat kota Batavia menuju Palmerah sangat ramai dipenuhi para pelawat yang hilir mudik silih berganti. Dari mulai pejalan kaki, pemikul, sado, kargo kereta berkuda, juga kendaraan roda empat terus melewati jalur ini untuk berbagai keperluan, yang terutama perdagangan.Menurut informasi para pedagang Cina, beberapa komoditas yang beredar di wilayah itu antara lain adalah beras, gabah dan padi; ikan kering, minyak tanah, kacang, tepung, mengkudu, bawang, kopi, gula, nila, gambir, babi, minyak, kain cita, kain batik, kayu bakar, sabun, topi jerami, kapur, pasir, batu-batuan, dan semen.
Oleh karena itu untuk melayani kebutuhan transportasi di jalur Batavia – Kebayoran, pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan Besluit No. 4 tanggal 24 Januari 1891 yang memberikan konsesi untuk pembangunan dan pengoperasian trem uap di Residensi Batavia dengan ketentuan antara lain trem digunakan untuk pengangkutan orang dan barang, lebar spoor 1.067 mili meter, dan pemerintah memberi jaminan modal sebesar 15.000 gulden. Salah satu jalur kereta api yang beroperasi pada awal abad ke-20 dan masih bisa kita gunakan hingga saat ini.
Mengenai asal usul nama Palmerah konon berasal dari kata Paal yang artinya batas atau patok, yang berwarna merah.
Menurut sejarah, pada masa lalu patok berwarna merah itu dijadikan batas wilayah kota Batavia ke arah Bogor. Dahulu jika gubernur Belanda hendak ke Istana Bogor, maka pasti melewati jalur berpatok merah tersebut.
Bersama rombongan mereka, biasanya naik kereta kuda menuju Bogor dan mengistirahatkan kuda-kudanya di lokasi yang tidak jauh dari situ, yakni Pos Pengumben.
Lama-lama patok merah tersebut menjadi penanda kawasan Palmerah dan dikenal masyarakat dengan sebutan Palmerah. Namun, patok merahnya sekarang sudah tidak ada lagi dan yang ada hanyalah tingkal patok berwarna hitam-pitih-kuning, di pinggir jalan raya.
Terutama tempat tinggalnya kecil, mendapat dekat rel dan stasiun kereta api.