48 Perusahaan Membuat Laporan Fiktif Terkait Korupsi ESDM
Jakartakita.com – Sejumlah fakta terkuak dalam sidang perdana terdakwa bekas Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Waryono Karno.
Dalam berkas dakwaan yang dibaca oleh Jaksa Penuntut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Waryono merupakan tersangka dalam memerintahkan pembuatan laporan pertanggungjawaban fiktif mengenai kegiatan yang tidak pernah dilakukan.
Selain membagikan uangnya kepada wartawan, ketika surat dakwaan Waryono dibacakan Jaksa Penuntut KPK di persidangan, terungkap ada sekitar 48 perusahaan yang juga membuat laporan fiktif terkait total duit yang mengalir sebanyak Rp 4,96 miliar.
Modusnya sama seperti layaknya yang dilakukan para koruptor sebelumnya, Waryono terbukti memerintahkan Sri Utami sebagai Koordinator Kegiatan Satuan Kerja Setjen ESDM, untuk mengendalikan sejumlah kegiatan sosialisasi fiktif.
Rangkaian kegiatan yang menggunakan uang panas itu adalah, sosialisasi sektor ESDM bahan bakar minyak bersubsidi tahun 2012, sepeda sehat dalam rangka sosialisasi hemat energi 2012, dan perawatan gedung kantor Setjen ESDM di tahun yang sama.
Menurut surat dakwaan, Kepala Biro Hukum dan Humas Setjen ESDM, Susyanto pun diminta Waryono untuk merevisi anggaran dan melakukan pemecahan sejumlah paket pekerjaan.
Tujuannya, untuk menghindari lelang agar kegiatan sosialisasi kebijakan sektor ESDM dengan alokasi dana Rp 5,3 miliar lancar.
Merunut pada Pasal 39 ayat 1 Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, penunjukan langsung memang bisa dilakukan, namun itu khusus untuk pengadaan barang dengan nilai maksimal Rp 100 juta. Ketentuannya adalah, barang atau jasa tersebut merupakan kebutuhan operasional, menggunakan teknik sederhana, memiliki resiko kecil, dan dilakukan oleh badan usaha kecil.
Namun, pada ayat 4 Pasal 39, Perpres 54/2010 kembali menegaskan, perihal larangan metode penunjukan langsung sebagai alasan untuk memecah paket pengadaan menjadi beberapa paket dengan maksud menghindari lelang.
Diketahui bahwa, Waryono menyetujui pengajuan revisi pada 20 Februari 2012, dan menugaskan Sri utami untuk melaksanakan penunjukan langsung 48 paket pekerjaan tersebut.
Lebih lanjut, untuk melengkapi proses administrasi penunjukan langsung dan mencairkan dana, maka Sri Utami meminta bantuan Poppy Dinianova, Direktur CV Callista Bintang Persada; Jasni, Direktur PT Ilex Muskindo; dan Teuku Bahagia alias Johan, Direktur CV Sinergi Gemilang; untuk membuat administrasi pertanggungjawaban seolah-olah kegiatan sektor ESDM telah dilaksanakan.
Lewat Eko Sudarmawan, Sri Utami akhirnya memberikan modal awal sebesar Rp 100 juta kepada Poppy, pada 27 Juli 2012.
Selanjutnya 48 paket sosialisasi kebijakan sektor ESDM itu dibagi untuk Poppy 12 kegiatan; Jasni 15 kegiatan; dan Johan 21 kegiatan. Ketiganya lantas mencari pinjaman perusahaan untuk dijadikan rekanan yang seolah-olah melaksanakan kegiatan dengan imbalan 2 persen hingga 5 persen dari nilai pekerjaan.