Membangun Perumahan Skala Kecil di Bekasi Kini dibatasi
Jakartakita.com – Pemerintah Kota Bekasi dikabarkan sedang mematangkan aturan rencana moratorium pembangunan klaster di Kota Bekasi. Hal ini terkait pembahasan besaran minimal pembangunan klaster di kota tersebut.
Wakil Wali Kota Bekasi, Ahmad Syaikhu menyatakan menurut laporan Dinas Tata Kota yang didapatnya, hingga kini tidak ada laporan yang terkait dengan kelanjutan hasil rencana dari aturan tersebut. Salah satu pematangan peraturan yang dilakukan adalah, besaran luas minimal pembangunan klaster.
“Masalah luasnya berapa masih dikaji. Kami tidak mau juga mematikan beberapa investasi yang sedang terjadi di Kota Bekasi,” tandasnya di Kota Bekasi, pada Senin (8/6/2015) siang.
Dilanjutkannya, memang saat ini pemerintah Kota Bekasi berencana mengeluarkan peraturan yang membatasi pembangunan klaster dalam skala kecil pada pertengahan Juni 2015 ini. Klasifikasi perumahan skala kecil diperkirakan dengan luas lahan yang kurang dari 5 hektare dan kurang dari 2 hektare.
Dalam draf peraturan, hasil pengamatan dan peninjauan lapangan, memang ditemukan sedikit masalah, hal ini terkait dengan pembangunan perumahan skala kecil.
Permasalahan tersebut seperti, saluran pembuangan atau drainase dilakukan tanpa melalui kajian hidrologi dan pengetahuan tentang saluran dan perizinan yang dilakukan pengembang kluster skala kecil, tidak mengarah kepada konsep zero run off.
Selain itu pula, ditambahkan oleh Ahmad, terdapat masalah pada konstruksinya, atau dimensi saluran yang tidak sesuai dengan kebutuhan calon penghuninya. Persoalan lain, terkait dengan ruang terbuka hijau (RTH) di Kota Bekasi. Begitu pula pada persoalan pengadaan prasarana sarana dan utilitas (PSU) atau fasos dan fasum.
Lebih lanjut, draf peraturan tersebut yang sedang dibuat akan dimasukkan point – point penting, perihal membangun perumahan. Disarankan agar para pengembang perumahan dengan lahan kecil melakukan konsolidasi lahan, dengan cara saling berkontribusi perihal penyediaan fasos fasum/PSU.
Selain itu, pembangunan harus diarahkan dengan konsep perumahan vertikal. Terlebih harus menyediakan kebutuhan sarana umum bagi para calon penghuni kelak, seperti perniagaan, pelayanan umum, pendidikan, kesehatan, peribadatan, sarana pertamanan, RTH dan juga permasalahan parkir.
Ahmad Syaikhu sendiri ketika dimintai keterangan, belum bisa memastikan kapan keputusan tersebut akan valid dan berlaku. Dia hanya berharap rancangan peraturan tersebut dapat selesai pada akhir bulan ini.