Masalah Ojek, Bikin Ahok dan Organda Berseteru
Jakartakita.com – Belakangan merebak isu kekerasan yang dialami sopir GO-JEK. Cerita ini merebak dari media sosial seperti Twitter dan Path. Para pengguna layanan GO-JEK menceritakan sopir GO-JEK yang ia pesan mengalami ancaman ketika hendak menjemputnya.
Salah satunya, pelanggan GO-JEK bernama Boris Anggoro yang menuturkan pengalamannya di Path. “Abangnya nelpon katanya dia disamperin lima abang ojek yang mangkal deket kantor mau dipukulin,” tutur Boris di Path. Tak lama, sopir GO-JEK yang sejatinya hendak menjemput Boris kembali menelpon. Sopir itu meminta Boris membatalkan pesanan karena si sopir dikejar tukang ojek lain hingga lampu merah. Bahkan, sopir GO-JEK ini harus bersembunyi di antara pedagang kaki lima.
Awalnya, Boris menyangka si sopir GO-JEK berbohong. Ia pun kembali memesan layanan GO-JEK. Ternyata sopir GO-JEK itu juga mengalami hal yang sama. Bahkan tukang ojek itu mendorong tubuh sopir GO-JEK. Lantaran tak ingin sopir GO-JEK ini celaka, Boris mengalah dan memintanya pergi. Lalu ia memilih tukang ojek yang mangkal di kantornya untuk mengantar ke Kalibata City. Ia dikenakan biaya Rp 45 ribu. “Sementara rate GO-JEK hanya Rp 27 ribu,” keluhnya.
Menanggapi hal tersebut, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengimbau tukang ojek untuk bergabung dengan GO-JEK untuk mengakhiri perseteruan. Menurut dia, dengan adanya GO-JEK, tukang ojek tak perlu menghabiskan waktu untuk menununggu penumpang. Ahok menjelaskan dengan adanya GO-JEK, tukang ojek yang tergabung di dalamnya bisa menunggu penumpang di rumah.
GO-JEK, kata Ahok, juga banyak manfaatnya. Salah satunya, GO-JEK pun melayani jasa antar dokumen hingga barang pesanan lainnya.
Namun, usulan Ahok ini mendapat kritik keras dari Ketua Organisasi Angkutan Darat (Organda) DKI Shafruhan Sinungan. Menurut dia, imbauan tersebut menunjukkan Ahok tak memahami aturan lalu lintas dan angkutan penumpang.
Ketua Organda DKI Jakarta Shafruhan Sinungan meminta Direktorat Lalu Lintas Kepolisian Daerah Metro Jaya menertibkan seluruh layanan ojek. Alasannya, ojek tak terdaftar sebagai angkutan umum dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.