LKPSE : Mitratel Berpotensi Merugikan Negara Rp 33 Triliun
Jakartakita.com – Singapore Telecom (SingTel) sudah bertahun – tahun terus membayangi PT Telekomunikasi Seluler (Telkomsel), yang merupakan anak usaha dari PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM).
Saat ini dikabarkan SingTel sudah memiliki sebesar 35 % saham di Telkomsel.
SingTel pun kini mendominasi arah bisnis dari Telkomsel, ini dikarenakan IPO (Initial Public Offering) sepertiga dari saham Telkomsel dimiliki oleh SingTel.
Oleh karena hal inilah pembuatan Singtel-3 di Singapura dianggap berpotensi merugikan negara. Demikian diungkapkan Apung Widadi, Seknas Fitra, pada acara konfrensi pers hari ini, Selasa (17/6/2015) di Jakarta.
Lebih lanjut dijelaskan, dari hasil temuan audit yang dilakukan BPK terhadap Telkom pada tahun 2014, melalui pemeriksaan atas lima kontrak untuk pengadaan dan pemasangan peralatan sentral telepon, peralatan transmisi, dan jaringan kabel, menunjukkan adanya tambahan overhead yang tidak teratur pada masing-masing kontrak. Akibatnya PT Telkom pun mengeluarkan biaya tambahan.
Sementara itu, Richard Achmad, Direktur Lembaga Kajian dan Pembangunan Sosial Ekonomi (LKPSE) juga menilai, dari hasil audit yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), berupa Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) Nomor. 10/S/IX-XX.2/01/2015 tersebut, menyatakan bahwa aksi korporasi IPO, yang dilakukan Mitratel, dapat menyebabkan potensi kerugian negara.
Lebih lanjut diungkapkan, berdasarkan hasil review Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Nomor: LR-5/D502/2/2015 dinyatakan bahwa, proses Share Swap sudah mengalami proses kajian aturan hukum, kajian bisnis dan potensi keuntungan keuangan Telkom.
“Sedangkan IPO sama sekali tidak memberikan nilai lebih untuk keuangan Telkom, justru malah membuat Telkom merugi,” ujar Richard.
Perihal IPO, lanjutnya, opsi ini memang memberikan nilai positif bagi TLKM, namun dirasa belum optimal, karena nilai valuasi saat IPO berada dibawah peer-nya, maka akan dijual dengan murah. Apalagi saat ini harga saham Telkom sudah turun, maka Telkom pun akan merugi Rp 33 triliun. IPO pun dalam hal ini dinilai belum banyak memberi manfaat.
Sementara untuk Share Swap, kata Richard, berpotensi akan ada penambahan Rp 1,7 triliun dan manfaat monetary dari net financial debt senilai Rp 2,7 triliun akan memberikan manfaat besar kepada TLKM dibandingkan dengan IPO.
“Tidak hanya jangka pendek melainkan jangka panjang,” ujar Richard.
Oleh karena itu, Richard menyatakan, terkait dengan Mitratel, sesuai dengan hasil audit BPK, BPKP, dan Jamdatun, alangkah baiknya aksi Share Swap bisa diselesaikan bulan ini, agar saham TLKM tidak merugi dan turun terus hingga Rp 33 triliun.
Apung menambahkan, KPK dan OJK harus berperan aktif dalam menyelamatkan aset Mitratel dengan memberikan pendapat hukum seperti BPK, BPKP, dan Jamdatun agar tidak menimbulkan kegelisahan publik akan ketidakpastian yang dilakukan Mitratel.
Pemerintah pun dianggap perlu meninjau ulang proyek SingTel-3 yang berisi pengelolaan data base kependudukan dan e-government.
“Pemerintah juga perlu melihat dengan seksama, apabila proyek ini dikerjakan di Singapura, maka keuntungannya sudah pasti akan dinikmati disana. Dan apabila terjadi indikasi korupsi, maka akan sulit bagi BPK untuk mengungkapnya, seperti yang terjadi pada Petral,” papar Apung.