Rencana Eksekusi Mati Jilid III Dapat Menurunkan Kewibawaan Negara
Jakartakita.com – Indonesia adalah negara yang berlandaskan Pancasila yang menjunjung tinggi perikemanusiaan, berkeadilan dan beradab. Ini berarti Indonesia wajib menjamin, melindungi dan menghormati martabat dan Hak Asasi Manusia.
Rencana eksekusi mati jilid III yang akan segera dilakukan Negara Indonesia dapat menurunkan kewibawaan negara sebagai negara yang menjadikan Pancasila sebagai dasar negara. Pelaksanaan eksekusi mati, akan melahirkan kesan baik dimata publik dan dunia bahwa Indonesia telah gagal melindungi Hak Asasi Manusia.
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) dalam rilis media, Jumat (13/5/2016), sangat menyayangkan rencana pelaksanaan eksekusi yang terkesan diam-diam dan menghindar dari perhatian publik. Padahal suara publik dalam pelaksanaan eksekusi patut diperhitungkan, salah satunya untuk mengingatkan negara akan kemungkinan terjadinya celah dan kesalahan dalam proses pengadilan.
Temuan Komnas Perempuan menunjukkan bahwa perempuan sangat rentan terjerumus dalam sindikat narkoba untuk dijadikan kurir, melalui modus relasi personal, yaitu pernikahan dan atau pacaran dengan anggota sindikat dan kemudian dijadikan kurir. Modus ini terus berulang dalam jaringan narkoba.
Bagi Komnas Perempuan, penting untuk mengajak masyarakat, pemerintah dan para pihak terkait untuk memberikan perhatian dan mengkaji kembali “hukuman mati”, terutama terhadap perempuan rentan dalam jaringan narkoba.
Komnas Perempuan mengapresiasi langkah bijak negara yang berani berkeputusan di akhir untuk kedepankan keadilan bagi MJV. Kasus MJV, pekerja migran asal Filipina yang “nyaris” dieksekusi tahun lalu, ditengarai merupakan korban perdagangan manusia yang dieksploitasi menjadi kurir narkoba.
Pembelajaran pentingnya, penyelenggaraan hukum terhadap kasus narkoba harus lebih komprehensif, cermat, multi pendekatan dan harus memenuhi pengadilan yang adil dan jujur (fair trial) serta memiliki kemampuan mengenali perdagangan manusia dalam sindikat narkoba, di mana korban yang menjadi target dan dikorbankan adalah perempuan. Eksekusi hanya akan menyuburkan sindikat narkoba itu sendiri karena tidak menyentuh akar persoalan.
Prinsipnya, Komnas Perempuan sangat mendukung upaya pemerintah dalam pemberantasan narkoba yang telah menghancurkan moralitas dan masa depan generasi bangsa. Namun, Komnas Perempuan juga mencermati data dari Badan Reserse Kriminal Kepolisian Republik Indonesia yang menyebutkan bahwa pada 2015, jumlah kasus narkoba meningkat 15 peren dari tahun sebelumnya. Padahal pada tahun yang sama eksekusi mati dilakukan.
Hal ini makin membuktikan bahwa hukuman mati tidak efektif memutus mata rantai kejahatan narkoba. Hukuman mati bukan solusi untuk menghentikan dan memerangi kejahatan narkoba. Sebab yang disasar eksekusi hukuman mati justru kurir-kurir kecil dan perempuan rentan yang tidak mampu melakukan pembelaan hukum dengan baik.
Kasus MJV membuka mata bangsa Indonesia bahwa perang terhadap narkoba tidak bisa dilakukan dengan menghukum mati mereka yang berada pada simpul paling lemah dalam rantai kejahatan narkoba.
Perempuan adalah salah satu bagian dari simpul terlemah tersebut. Merujuk pada laporan UN Women mengenai perspektif gender tentang dampak penggunaan obat-obatan, perdagangan obat dan rezim pengawasan obat disebutkan bahwa pelibatan perempuan rentan dalam perdagangan obat-obatan terlarang meningkat di seluruh dunia.
Sindikat narkoba menyasar perempuan yang miskin, kurang akses pendidikan dan perempuan korban kekerasan. Modus yang paling sering dilakukan antara lain perempuan dipaksa berhubungan seksual dengan anggota sindikat sebagai inisiasi jebakan, kemudian dipacari, dinikahi dan bahkan dihamili untuk membangun ketergantungan dan keterikatan. Akses keadilan bagi perempuan tersebut juga sangat terbatas.
Kerumitan dan kecanggihan kerja sindikat narkoba tidak bisa diselesaikan dengan penghukuman mati, melainkan diperlukan cara-cara yang efektif dan manusiawi dalam pemberantasan narkoba, termasuk di dalamnya pembersihan dalam institusi negara dan aparat penegak hukum yang sering ditengarai turut terlibat dalam peredaran narkoba oleh pelaku dari dalam penjara.
Terhadap rencana pelaksanaan eksekusi mati ini, Komnas Perempuan menyatakan sikap:
1. Jaksa Agung dan Kementerian Hukum dan HAM agar menghentikan rencana eksekusi tahap III dan melakukan moratorium pelaksanaan hukuman mati, meninjau ulang semua kasus terpidana mati secara cermat untuk memastikan proses hukum dilakukan secara jujur dan adil (fair trial);
2. Komnas Perempuan mendukung pemberantasan narkoba, namun harus dilakukan dengan cara-cara yang menyelesaikan akar masalah dan penghukuman yang beradab dan manusiawi;
3. Hukuman mati dihapuskan dan menentang pidana mati dipertahankan dalam draft RUU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang saat ini dibahas bersama DPR RI dan Pemerintah. Hukuman mati bertentangan dengan konstitusi negara dan Hak Asasi Manusia;
4. Aparat penegak hukum untuk mengembangkan pendekatan multidisplin dalam menyelidik dan menyidik kasus-kasus kejahatan narkoba, khususnya yang melibatkan perempuan. Agar kejahatan yang terungkap lebih komprehensif dan menyasar pelaku utama sindikat narkoba, bukan kelompok rentan yang dikorbankan;
5. Kepada seluruh perempuan, khususnya buruh migran, untuk waspada dan cermat dari jebakan sindikat narkoba, terutama melalui relasi personal dan modus-modus lain. Negara harus gencar mencegah dan melindungi perempuan dari kerentanan sindikasi narkoba ini. (Soraya Jenitta Marsha)