Bagaimana Nasib Pengungsi Rohingya Setelah Setahun di Indonesia?
Jakartakita.com – Setahun yang lalu, tepatnya 15 Mei 2015, sekitar 1200 orang etnis Rohingya berlabuh di pesisir pantai Aceh. Sebelumnya, mereka terombang-ambing di lautan lepas. Mereka mencari suaka, menyelamatkan diri dari pembantaian etnis mereka di Myanmar.
Saat awal kedatangan mereka, keadaan fisik dan psikis para pengungsi Rohingya sangatlah mengkawatirkan. Mereka kelaparan, tak terurus, banyak terjangkit penyakit, dan mengalami stres karena trauma berat. Sejak saat itu, pemerintah dan berbagai lembaga kemanusiaan menggulirkan berbagai program kemanusiaan untuk para pengungsi.
Dari banyaknya lembaga kemanusiaan yang menangani pengungsi Rohingya, Dompet Dhuafa adalah salah satunya. Lembaga kemanusiaan yang didirikan pada tahun 1993 ini menggulirkan berbagai program kesehatan dan pendidikan. “Fokus Dompet Dhuafa di antaranya pada program kesehatan dan pendidikan. Untuk kesehatan, kami memberikan layanan pengobatan, pemeriksaan rutin bagi para pengungsi, dan juga diadakannya promosi kesehatan yang dilakukan setiap hari Jumat bagi semua pengungsi di kamp pengungsian Kota Langsa dan Aceh Timur, kemudian dalam program pendidikan, kami mengembangkan School for Refugess yaitu meningkatkan kemampuan dan pendidikan para pengungsi usia 5-12 tahun dan 12-18 tahun.” ujar Presiden Direktur Dompet Dhuafa, Ahmad Juwaini dalam Press Conference 1 Tahun Pengungsi Rohingya di Indonesia, Minggu (15/5/2016) Jakarta.
Berkolaborasi dengan Southeast Asia Humanitarian (SEAHUM), Imam Rulyawan selaku Presiden Southeast Asia Humanitarian mengatakan: “dalam menangani pengungsi Rohingya di Indonesia diperlukannya aliansi dan kolaborasi pemerintah, lembaga kemanusiaan, dan seluruh komponen masyarakat. Karena permasalahan Rohingya ini bukan hanya tanggung jawab satu lembaga atau agama tetapi keseluruhan masyarakat. Karena dalam hal ini tidak mengenal agama, suku, atau ras kalau sudah mengatasnamakan kemanusiaan.”
CEO Rumah Zakat, Nur Efendi turut menambahkan: “Rumah Zakat juga turut memikirkan nasib para pengungsi maupun dari jangka pendek sampai ke jangka panjangnya. Maka dari itu kami terbagi dalam beberapa fokus yaitu:
- Fokus di Kesehatan, karena sebelumnya para pengungsi terkatung-katung di lautan, maka dari itu asti mereka rentan terkena penyakit.
- Fokus di Logistik, dibuatnya gudang berisi logistik untuk menyimpan berbagai barang-barang logistik untuk pengungsi.
- Fokus di shelter, terdapat tiga shelter pengungsian yang tersebar.
- Fokus di Pendidikan, dilakukannya trauma healing dan juga kursus bahasa Indonesia agar para pengungsi dapat berinteraksi dengan masyarakat sekitar.”
Dari berbagai kegiatan kemanusiaan yang telah dilakukan, diharapan kedepannya lagi agar izin pengungsi Rohingya di Indonesia dapat diperpanjang lagi, dan status para pengungsi dapat diakui oleh pemerintah Indonesia.