Tradisi Betawi Jelang Bulan Puasa
Jakartakita.com – Sejak abad ke 5, tanah Jakarta, khususnya kawasan Pelabuhan Sunda Kelapa, telah menjadi kawasan internasional. Saat itu Pelabuhan Sunda Kelapa sudah terjadi interaksi antar etnik maupun bangsa. Makanya tidak mengherankan bila keragaman budaya Betawi tidak bisa lepas dari pengaruh budaya lain.
Masyarakat Betawi yang memegang teguh keyakinannya yaitu Islam, telah menjadikan Islam sebagai bagian dari nilai-nilai yang tersiratkan dalam melakukan aktifitas kehidupan sehari-hari (tradisi). Namun, karena sejak dahulu masyarakat Betawi hidup diantara budaya dan tradisi yang dibawa bangsa lain, seperti Arab, Cina, Jawa dan Melayu, maka terjadilah pembauran tradisi dan budaya yang ada pada masyarakat Betawi tersebut.
Jelang bulan puasa atau bulan Ramadhan 1437 H yang tinggal menghitung hari. Masyarakat Betawi punya sejumlah tradisi yang hingga saat ini masih dilakukan. Apa sajakah tradisi Betawi jelang bulan puasa? Yuk, intip rangkuman Jakartakita.com berikut ini!
- Tradisi Ruwahan.Tradisi ini dilakukan oleh masyarakat Betawi pada bulan Sya’ban, menjelang datangnya bulan puasa. Bulan Sya’ban bagi orang Betawi merupakan bulan yang banyak dilakukan aktifitas persiapan menjelang bulan puasa. orang Betawi menyebut bulan Sya’ban dengan sebutan bulan Ruwah atau arwah. Masyarakat Betawi percaya bahwa menjelang bulan puasa, para arwah leluhur datang menyambangi rumah untuk menengok keluarganya. Kepercayaan seperti ini, kemudian disikapi dengan mengadakan acara Ruwahan, mengundang sanak famili,tetangga dan ustad/kyai untuk selamatan, mendo’akan kerabat dan sanak famili yang telah wafat agar diampuni segala dosa-dosanya semasa hidupnya dan ditempatkan ditempat yang sebaik-baiknya.
- Tradisi Nyekar (ziarah kubur). Masyarakat Jakarta umumnya dan Betawi pada khususnya, menjelang datangnya bulan Ramadhan mengadakan tradisi, yaitu mengunjungi makam kerabat mereka yang telah meninggal. Mereka berziarah kubur, mendo’akan kerabat atau orang yang mereka cintai agar diampuni segala dosa-dosanya. Tak hanya jelang bulan puasa, masyarat Betawi juga biasa melakukan nyekar jelang hari raya Idul Fitri.
- Tradisi Nisfu Sya’ban ini dilakukan pada pertengahan bulan Sya’ban. Masyarakat Betawi pada sore hari menjelang Maghrib, beramai-ramai mendatangi Musholla, masjid atau rumah pengajian, untuk melakukan tradisi Nisfu Sya’ban (Nisfu-an). Mereka berkumpul untuk tahlilan dan membaca surat Yaasin berulang-ulang dengan tujuan agar mendapat berkah dan kemudahan dalam menjalankan ibadah puasa. Biasanya mereka juga menaruh botol-botol air minum saat pengajian, air itu jadi air berkah.
- Tradisi Nyorog. kebiasaan mendatangi sanak keluarga dengan memberi bingkisan makanan sebelum datangnya Bulan Puasa. Bingkisan itu umumnya berupa roti/kue, sirup, kopi, susu, gula, dan kurma.
- Mandi Merang. Jelang bulan puasa, biasanya masyarakat Betawi di sekitar kali Ciliwung berkumul untuk mandi bareng yang disebut mandi merang. Tentu saja mereka tidak mandi telanjang. Para ibu-ibu memakai kain. Acara siraman itu dengan menggunakan merang, yakni batang padi yang dibakar. Merang itu direndam kemudian dioleskan ke seluruh tubuh, mulai dari rambut sampai mata kaki. Siraman dengan air merang bukan hanya dimaksudkan untuk membersihkan badan, tetapi yang tidak kalah pentingnya adalah membersihkan hati.