Take a fresh look at your lifestyle.

Tax Amnesty dan Rezim Devisa Bebas

0 1,219

Tiket Pesawat Murah Airy

foto : istimewa
foto : istimewa

Setelah tertunda pembahasannya selama beberapa bulan, akhirnya UU Tax Amnesty disetujui oleh DPR. UU tersebut efektif berlaku mulai 1 Juli 2016 hingga 31 Maret 2017 atau berlangsung selama 9 bulan.

UU Tax Amnesty tersebut memiliki beberapa tujuan yang ingin dicapai diantaranya: (1) memperbesar penerimaan pajak; (2) repatriasi dana WNI dari luar negeri; dan (3) perbaikan data wajib pajak.

Banyak pihak optimis bahwa bahwa tujuan pertama dan ketiga dapat dicapai namun sangsi dengan pencapaian tujuan kedua yaitu repatriasi dana WNI dari luar negeri. Kesangsian tersebut sah-sah saja, namun lebih baik mencoba daripada tidak sama sekali.

Masuknya repatriasi dana sebagai salah satu tujuan tax amnesty didasarkan pada informasi banyaknya dana WNI yang terparkir di luar negeri. Dana tersebut berasal dari beberapa sumber. Pertamacapital flight saat Tragedi Kemanusiaan tahun 1998. Diperkirakan mereka yang melakukan  ini akan enggan untuk melakukan repatriasi karena trauma masa lalu dan masih kurangnya kepercayaan terhadap pemerintah. Hal ini membutuhkan bukti nyata dari pemerintah berupa ketertiban dan keamanan yang terjaga serta perlindungan terhadap keselamatan warga minoritas yang sering menjadi korban dari kerusuhan.

Kedua, dana tersebut bisa berasal dari hasil korupsi atau bisnis ilegal, seperti prostitusi, narkotika, dan sejenis. Dana seperti ini biasa disimpan pada negara-negara tax haven yang sangat melindungi kepentingan penyimpan dana, serta tidak memperdulikan asal-usul dana. Dana seperti ini bisa saja masuk kembali ke Indonesia setelah melalui proses pencucian uang (money laundry). Dana seperti ini juga memiliki potensi menimbulkan masalah di kemudian hari terkait legalitas sumbernya.

Ketiga, dana yang berasal dari hasil ekspor yang sebagian besar ditahan di luar negeri dan beranak pinak di sana. Dana seperti ini bisa saja mengalami repatriasi sepanjang pemerintah bisa meyakinkan mereka, bahwa kebijakan tax amnesty bukan merupakan ‘jebakan Batman’. Maksudnya, begitu dana balik, maka mereka akan dipersulit. Oleh sebab itu, harus ada aturan jelas yang memayungi keamanan dana mereka.

Related Posts
1 daripada 6,490

Dalam konteks repatriasi yang disebabkan oleh dana ekspor masa lalu yang ditahan di luar negeri, kebijakan tax amnesty dapat dikatakan sebagai kebijakan pemadam kebakaran. Artinya kebijakan ini mencoba mengatasi persoalan yang timbul dari kebijakan hulu, yaitu Rezim Devisa Bebas yang “super bebas.”

Rezim ini bila tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan aliran dana yang keluar Indonesia secara bebas. Selain itu, terjadi export illusion yaitu dana hasil ekspor yang balik ke Indonesia jauh di bawah nilai ekspor.

Di kebanyakan negara maju, walaupun mereka menganut rezim devisa bebas namun mereka berusaha membuat kebijakan untuk mengendalikan uang keluar dan memperbesar dana hasil ekspor untuk mengalir kembali ke negeri mereka.

Terkait dengan export illusion, Kementerian Keuangan telah membuat kebijakan diskon dan pembebasan pajak atas bunga dari dana hasil ekspor yang ditempatkan dalam negeri.  Kebijakan ini diharapkan dapat mendorong masuknya hasil ekpor, namun kebijakan tersebut berbiaya tinggi. Pemerintah akan kehilangan penerimaan pajak bunga deposito dari dana hasil ekspor yang selama ini sudah diendapkan pada perbankan dalam negeri.

Untuk menyelesaikan masalah ini, pemerintah dan Bank Indonesia perlu merumuskan kebijakan hulu, terkait devisa hasil ekspor tanpa harus mengorbankan penerimaan pajak atas bunga dari dana tersebut.

Selanjutnya, dalam menerapkan tax amnesty pemerintah perlu membuat petunjuk teknis yang jelas agar tidak menimbulkan masalah hukum serta memperhatikan titik-titik yang berpotensi korupsi. Di sini kredibilitas pemerintah dipertaruhkan. Apabila penerapannya gagal maka kebijakan-kebijakan serupa tidak akan mendapat respons dari pihak-pihak yang menjadi target kebijakan atau lebih buruk lagi jika mendapat respons negatif.***

Penulis : Agus Tony Poputra, Ekonom Universitas Sam Ratulangi Manado

 

Tinggalkan komen