Kehidupan Masyarakat Desa Jadi Inspirasi Gaungkan Pesan Perdamaian Internasional
Jakartakita.com – Yenny Wahid selaku Direktur Wahid Foundation mengungkapkan, bahwa kehidupan masyarakat desa yang guyub, rukun, tentram, dan penuh toleransi, sesungguhnya dapat menjadi inspirasi untuk mengaungkan pesan perdamaian ke seluruh dunia.
“Masyarakat pedesaan adalah contoh, bagaimana semestinya kehidupan yang damai itu diciptakan dan dikelola secara bersama,” ucap Yenny, saat menyampaikan orasi kebudayaan dalam hajatan Festival Lima Gunung bertajuk “Centhini Gunung” di Dusun Mantran Wetan, Desa Girirejo, Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang, Sabtu malam (8/10/2016).
Berbeda dengan penyelenggarakan tahun-tahun sebelumnya. Festival Lima Gunung kali ini di selenggarakan oleh Komunitas Lima Gunung bekerja sama dengan Wahid Foundation.
Festival ini sekaligus digelar untuk memperingati Hari Perdamaian Internasional (International Day of Peace) yang jatuh setiap tanggal 21 September.
Kegiatan yang dikemas dalam bentuk pertunjukan seni dan budaya ini, sekaligus menjadi bagian dari kegiatan tahunan Borobudur Writers and Cultural Festival, 5-9 Oktober 2016.
Tampak hadir antara lain; Sutradara Garin Nugroho, Anggota DPR RI, Maruarar Sirait, Greg Amstrong dari Kedutaan Australia dan Perwakilan PBB di Indonesia.
Yenny Wahid mengatakan, dunia saat ini sedang penuh dengan konflik. Perang terjadi dimana-mana, Yaman, Suriah, dan negara-negara lain. Salah satu efek terbesar dari konflik tersebut adalah banyaknya pengungsi. Mereka mengalami keterbatasan akses, kesehatan, pangan, dan lain-lain.
“Mari lewat festival ini, kita serukan untuk sehari saja hidup tanpa konflik, tanpa ledakan peluru. Sehari saja, mobil misi kemanusiaan bisa mengjangkau pengungsi,” tutur putri kedua Presiden Keempat RI, KH Abdurrahman Wahid itu.
Sementara itu, Presiden Komunitas Lima Gunung, Sutanto Mendut menjelaskan, tema “Centhini Gunung” diambil dari kisah yang tersurat dalam sebuah karya sastra terbesar dalam kesusastraan Jawa Baru bernama “Serat Centhini”.
Karya ini menghimpun berbagai macam ilmu pengetahuan dan kebudayaan Jawa dalam bentuk tembang (lagu).
Dalam pertunjukan ini, ada beberapa penari perempuan sebagai Centhini. “Mereka menari mewakili masing-masing kecerdasan dan kekuatan perempuan,’ kata Sutanto.
Tidak kurang dari 350 seniman terlibat dalam kegiatan ini. Diawali dengan kirab di jalan sepanjang 500 meter di kawasan Gunung Andong. Para peserta kirab mengusung sejumlah tandu perempuan dan properti lain berupa puluhan bentuk stupa Borobudur serta alat tetabuhan alat musik tradisional.
Pertunjukan ditandai dengan ritual Komunitas Lima Gunung, yang kali ini berupa tarian Lima Ondho (Tangga), yakni Ondho Kencono, Ondho Langit, Ondho Bumi, Ondho Tresno, dan Ondho Jiwa. (Edi Triyono)