Soal Tarif Interkoneksi, Pengamat : Sebaiknya Regulator Menggunakan Tarif Batas Atas
Jakartakita.com – Pemerintah telah memutuskan tarif interkoneksi turun rata-rata 26% berdasarkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No 8/2006 tentang Interkoneksi.
Namun, hal tersebut masih menjadi perdebatan tersendiri bagi para pelaku industri. Pasalnya, penurunan tarif interkoneksi dianggap justru merugikan operator.
Menurut pengamat telekomunikasi, Bambang P Adiwiyoto, sebaiknya dalam menentukan tarif interkoneksi regulator menggunakan tarif batas atas.
“Untuk mendorong persaingan usaha yang sehat di industri telekomunikasi. Seharusnya tarif interkoneksi yang ditetapkan regulator adalah tarif batas atas bukan tarif batas bawah,” ujar Bambang, disela-sela seminar ITF bertajuk ‘Membedah Penurunan Tarif Interkoneksi Telekomunikasi 2017, Siapa Diuntungkan?’ di Crawn Plaza, Jakarta, Selasa (7/3/2017).
Lebih lanjut, Bambang menegaskan, bahwa hal tersebut adalah salah satu tugas regulator agar tidak terjadi persaingan usaha yang saling mematikan. Dimana pada akhirnya berpotensi menyebabkan kematian seluruh operator.
Sementara itu, Menkomimfo Rudiantara, melalui teleconference menyampaikan bahwa Pemerintah mendorong penurunan biaya interkoneksi dengan tujuan ingin memberikan etisiensi dan keberlanjutan industri penyelenggaraan telekomunikasi, seperti soal pengembangan wilayah dengan tetap menjamin ketersediaan infrastruktur
Dijelaskan, 5-10 tahun ke depan, takkan ada lagi pembahasan untuk menentukan tarif interkoneksi seperti yang dilakukan regulator bersama operator di lima tahun ke belakang ini.
Sebab, ungkap Rudiantara, di masa mendatang, layanan berbasis sircuit switch yang menyangkut dengan panggilan telepon dan SMS ini, tidak akan digunakan lagi oleh masyarakat. Trennya sudah mengarah ke penggunaan layanan data berbasis IP, seperti WhatsApp, Line, BBM, Skype, dan lainnya.
“Ke depan nanti itu sudah IP based, gak bicara interkoneksi lagi. Dunia sudah mengarah ke layanan data,” tandasnya. (Edi Triyono)