RNI Bersama Pertamina dan Toyota Terus Genjot Pengembangan Energi Terbarukan dari ‘Napier Grass’
Jakartakita.com – Dalam rangka mendukung program pemerintah melalui pengembangan energi terbarukan yang ramah lingkungan, PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) bersama PT Pertamina (Persero) dan Toyota Motor Corporation membetuk kerjasama kemitraan pengembangan biomass napier grass atau rumput gajah sebagai bahan baku biofuel.
Kerjasama ini telah memasuki tahap riset dengan ditandai pelaksanaan panen rumput gajah siklus ke-dua pada, Kamis, 9 Maret 2017 kemarin, di Majalengka, Jawa Barat.
Direktur Pengembangan Usaha dan Investasi PT RNI Agung P. Murdanoto mengatakan, kerjasama ini merupakan upaya menghadapi pergeseran tren konsumsi energi dunia ke depan yang beralih pada penggunaan energi terbarukan dengan bersumber pada pemanfaatan biomass salah satunya.
Ia menambahkan, kerjasama ini sangat strategis, mengingat para pengamat telah meprediksi cadangan energi fosil dunia, seperti batu bara, minyak bumi, dan gas alam akan habis pada tahun 2050.
“PT RNI, Pertamina, dan Toyota Motor Corporation telah menjalin kerjasama kemitraan ini sejak tahun 2015, sampai saat ini proses riset dan ujicoba masih berlangsung. Kita akan lihat hasilnya setelah panen siklus ke-tiga di bulan Juni 2017. Sejauh ini, dibanding tanaman lain, produktivitas dan cara budidaya rumput gajah adalah yang paling low cost,” kata Agung dalam siaran pers yang diterima Jakartakita.com, Kamis (09/3/2017).
Lebih lanjut, Agung mengatakan, prioritas kerjasama ini adalah sinergi potensi masing-masing pihak. PT RNI memiliki lahan perkebunan dan pengalaman dalam budidaya tanaman yang didukung oleh Pusat Penelitian Agro (Puslitagro), di Majalengka.
Sementara, Pertamina sebagai BUMN produsen dan distributor bahan bakar terbesar se-Indonesia, memiliki kompetensi dan jaringan distribusi yang sangat luas. Begitu juga dengan Toyota Motor Corporation yang memiliki fasilitas teknologi tinggi.
Agung berharap, dengan didukung potensi masing-masing perusahaan, upaya membantu program kemandirian energi yang tengah dicanangkan Pemerintah dapat berjalan optimal. Target yang ingin dicapai melalui kerjasama ini adalah memproduksi second generation biofuel yang betul-betul bersumber dari bahan baku non pangan atau limbah.
“Untuk first generation biofuel sendiri telah banyak dikembangkan, sayangnya sering kali menemui hambatan bahan baku karena bersumber dari bahan-bahan nabati yang masih bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan pangan lainnya. Second generation biofuel dapat menghindari pertentangan antara food dan fuel,” ujarnya.
Agung menilai, rumput gajah merupakan salah satu komoditas yang tepat untuk mendukung pengembangan proyek second generation biofuel ini.
Dipilihnya rumput gajah sebagai komoditas dalam kerjasama ini tidak terlepas dari rendemen etanol yang tinggi sehingga cocok digunakan sebagai salah satu bahan pembuat biofuel.
Selain itu, produktivitasnya yang tinggi membuat rumput gaja dapat dipanen sampai tiga kali dalam satu tahun. Sangat disayangkan, tambahnya, saat ini rumput gajah belum banyak dimanfaatkan sebagai sumber energi. Padahal, iklim di Indonesia sangat mendukung pengembangan tanaman ini. Selama ini, rumput gajah lebih banyak dimanfaatkan sebagai makanan ternak, bahkan terkadang dibiarkan tumbuh secara liar.
Asal tahu saja, pada tahun 2015, langkah awal kerjasama kemitraan ini ditandai dengan penanaman rumput gajah di lahan HGU seluas 7 ha milik anak perusahaan PT RNI, PT PG Rajawali II, di, Majalengka.
Panen perdana telah dilakukan pada 6 Oktober 2016 lalu, dengan capaian produksi sebesar 103,40 ton. Untuk panen ke-dua ini diprediksi terjadi peningkatan produksi menjadi 118.66 ton.
“Melalui Puslit Agro, kami akan evaluasi terus agar kandungan rendemen dan produktivitasnya semakin baik pada panen ketiga,” tandas Agung.