BATAN Luncurkan Aplikasi Pengurusan Administrasi Pengelolaan Limbah Radioaktif Secara Online ‘eLira’
Jakartakita.com – Permasalahan limbah selalu hangat dibicarakan di kalangan masyarakat, apalagi di kota besar seperti Jakarta.
Permasalahan limbah seakan tidak pernah habisnya, baik limbah dari sisa aktivitas kehidupan masyarakat pada umumnya maupun dari kegiatan industri.
Tidak terkecuali, masalah limbah radioaktif, yang menjadi hal yang sangat ditakutkan oleh sebagian kalangan masyarakat.
Menurut Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Djarot Sulistio Wisnubroto, limbah radioaktif didapatkan dari proses mulai penambangan, pengolahan, hingga penggunaan bahan radioaktif untuk berbagai tujuan.
Di Indonesia sendiri, jelas dia, limbah radioaktif dihasilkan dari aktivitas penelitian, pengembangan, dan pemanfaatan bahan nuklir baik yang dilakukan oleh lembaga pemerintah maupun swasta.
Beberapa industri yang berpotensi menghasilkan limbah radioaktif, antara lain; industri pertambangan, industri baja, industri kimia, industri farmasi, industri kosmetik dan kegiatan rumah sakit yang terkait dengan pemeriksaan medis dan terapi penyakit.
“Saat ini, jumlah pemegang izin penggunaan bahan radioaktif di Indonesia telah mencapai lebih dari 15.000 pemegang izin yang mempunyai potensi penghasil limbah radioaktif,” jelas Djarot kepada awak media, di Universitas Indonesia (UI) Depok, Jawa Barat, Selasa (26/9/2017).
Meski demikian, lanjut dia, berbagai upaya dilakukan BATAN untuk meningkatkan layanan pengelolaan limbah radioaktif dengan tujuan mempermudah masyarakat atau penghasil limbah radioaktif menyerahkan limbahnya untuk dikelola dengan baik.
Salah satu terobosan yang dilakukan BATAN adalah dengan menciptakan aplikasi pengurusan administrasi pengelolaan limbah radioaktif secara online yang diberi nama eLira.
“Aplikasi ini mampu memangkas waktu pengurusan administrasi yang semula membutuhkan 14 – 30 hari, kini hanya 2 hari,” ujar Djarot.
Lebih lanjut disampaikan, selain melakukan peningkatan pelayanan pengelolaan limbah radioaktif, BATAN juga melakukan sosialisasi tentang pentingnya pengelolaan limbah radioaktif kepada masyarakat, terutama para penghasil limbah radioaktif.
Tujuannya adalah menjamin agar limbah radioaktif dapat dikelola, disimpan dengan baik dan melindungi manusia serta lingkungan dari pengaruh radiasi.
Salah satu bentuk sosialisasi adalah menggelar Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah XV (SNTPL XV) di Universitas lndonesia, Depok.
Kegiatan seminar ini dilanjutkan dengan Workshop Teknologi Pengelolaan Limbah Radioaktif pada tanggal 27 September 2017 di Gedung 50 Kawasan PUSPlPTEK Serpong, Tangerang Selatan.
Workshop ini diikuti oleh peserta yang berasal dari industri, rumah sakit, dan perguruan tinggi.
Dari workshop ini diharapkan makin banyak komponen masyarakat yang peduli terhadap pengelolaan limbah untuk menjamin kualitas hidup yang baik di masa yang akan datang.
Sementara itu, dalam kesempatan yang sama, Suryantoro selaku Deputi Bidang Teknologi Energi Nuklir Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) mengungkapkan, bahwa menurut Departement of Transportation USA, mengklasifikasikan atau menempatkan zat radioaktif pada urutan ketujuh dari sembilan zat-zat bahaya, yaitu; eksplosif, gas mudah terbakar, liquid flammable, zat padat mudah terbakar, zat cair yang mudah terbakar, oksidator, toksit, radioaktif, dan zat bahaya lainnya.
“Saya lebih takut berada dibelakang truk yang membawa LPG dibandingkan berada di belakang truk yang membawa radioaktif. Karena potensi kebakaran truk yang membawa LPG lebih besar ketimbang truk yang membawa radioaktif. Kalau pun ada korban, pihak yang terkena kejatuhan radioaktif itu saja yang terimbas,” tambahnya.
Asal tahu saja, Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) melalui Pusat Teknologi Limbah Radioaktif (PTLR) diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran untuk melakukan pengelolaan limbah radioaktif di Indonesia.
Sebagai satu-satunya institusi yang melakukan pengelolaan limbah radioaktif, BATAN mempunyai tugas mengolah dan menyimpan limbah radioaktif yang dihasilkan oleh aktivitas industri, rumah sakit dan litbang. (Edi Triyono)