Dukung LGBT, Shell Terancam di Boikot
Jakartakita.com – Shell, perusahaan minyak dan gas bumi (migas) multinasional yang berkantor pusat di Den Haag, Belanda, secara terang-benderang mendukung aktivitas dan tindakan Lesbian, Gay, Bisexual dan Transgender (LGBT).
Lantas, bagaimana dengan Shell Indonesia?
Menurut GM of External Relations PT Shell Indonesia, Haviez Gautama, pihaknya menganggap dukungan induk usaha tersebut sebagai pengejawantahan dari upaya menciptakan iklim kerja inklusif.
“Dukungan Shell terhadap keberagaman merupakan wujud aspirasi kami untuk menciptakan lingkungan kerja yang inklusif bagi karyawan kami di seluruh dunia dimanapun Shell beroperasi,” ucap Haviez dalam keterangan pers yang diterima dari Jakartakita.com, Sabtu (14/10/2017).
“Hal ini didasari rasa hormat terhadap sesama yang merupakan nilai inti kami,” sambung dia.
Lebih lanjut ditegaskan, “Kami ingin karyawan kami mengetahui bahwa mereka diterima di Shell terlepas dari hal-hal yang membuat manusia berbeda seperti ras, agama, jenis kelamin, usia dan orientasi seksual.
Asal tahu saja, inisiatif dan dukungan Shell terhadap keberagaman, merupakan bagian dari nilai-nilai global Shell dan agenda sumber daya manusia di Shell.
“Penting untuk diketahui bahwa hal ini tidak dimaksudkan untuk mengubah pandangan ataupun kepercayaan individu terhadap isu-isu seputar LGBT,” tegasnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS), Marwan Batubara meminta agar Shell diboikot.
“Boikot saja. Itu kebijakan korporasi yang menantang ajaran agama yang sudah mengharamkan LGBT,” tegas Marwan.
Menurutnya, LGBT di Indonesia dianggap sebagai penyimpangan sosial dan mendapat kritikan tajam. Pemuka agama maupun tokoh masyarakat, hampir seluruhnya menolak perilaku LGBT.
Sebelumnya, Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (Ketum MUI), Ma’ruf Amin mengatakan, MUI sudah mengeluarkan fatwa haram bagi LGBT. Adapun soal HAM, menurut Ma’ruf Amin, adalah perlindungan hidup, bukan untuk mengembangkan kaum LGBT.
“Perlindungan HAM tak memperbolehkan seseorang berperilaku menyimpang. Dia (LGBT) tidak boleh memperoleh kesempatan untuk mengembangkan diri atau menambah kelompok karena nanti menjadi suatu yang meresahkan masyarakat,” terang Ma’ruf.
Adapun organisasi islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama pun menolak dengan tegas paham dan gerakan yang membolehkan atau mengakui eksistensi LGBT.
“LGBT mengingkari fitrah manusia,” tegas Ketua Umum PBNU, Said Aqil Siradj.
Sebagai catatan, dalam situs resmi Shell.com disebutkan bahwa perusahaan ini mulai terbuka untuk jaringan LGBT sejak 1997. Dalam waktu cepat, jaringan LGBT tersebut menyebar ke sejumlah cabang Shell di negara lain seperti Inggris, Belanda, Kanada, India. Terakhir pada tahun 2015 lalu, jaringan LGBT juga sudah terbentuk di Afrika Selatan.
“Ketika staf kami merasa nyaman dengan LGBT, mereka akan lebih kreatif,” ujar Bonang Mohale, pimpinan Shell cabang Afrika Selatan. (Edi Triyono)