Pengacara Fransisca Indrasari : Single Mom Yang Sukses Jadi Pengacara
Pantau Perkembangan Anak Lewat Kerja Sama dengan Keluarga, Guru, dan Lingkungan
Jakartakita.com – Menangani berbagai kasus hukum baik di dalam maupun luar negeri selama hampir 12 tahun, nama pengacara Fransisca Indrasari makin kondang saat menangani dugaan perkara kasus korupsi pemberi suap eks Bupati Bangkalan, Fuad Amin.
Sepak terjangnya sebagai pengacara, sudah dimulai sejak tahun 2005 – 2011 di kantor hukum Lontoh & Partners, tahun 2011 – 2012 di kantor hukum Hotman Paris & Partners, dan di tahun 2012 – 2017, ia mendirikan kantor hukum sendiri bernama Fransisca Indrasari & Partners yang berlokasi di Perkantoran Grogol Permai Blok C No. 51-52, Jakarta Barat.
Selain menangani kasus politikus dan perusahaan besar, Fransisca juga sering kali menangani kasus penting dan cukup kontroversial di masyarakat, antara lain; kasus yang melibatkan PT. Maybank Indonesia, Tbk, PT. Bank UOB Indonesia, dan Sinopec.
Fransisca juga pernah menangani kasus selebritis tanah air, diantaranya; Jupiter Fortsimo (kasus narkoba), dan Fadlun (penculik anak Nazar dan Musdalifah).
Adapun beberapa kasus hukum yang ditanganinya, berujung kepada kemenangan.
“Sebagai seorang pengacara, pasti ingin memberikan pemahaman hukum yang baik dan adil ke seluruh lapisan masyarakat. Karena menurut saya, di Indonesia ini pemahaman hukum masih belum merata, serta banyak orang yang belum mendapatkan perlindungan hukum secara maksimal,” katanya kepada Jakartakita.com, di Jakarta, Sabtu (23/12/2017).
Adapun Fransisca Indrasari & Partner (FIP) didirikan untuk menjawab kebutuhan jasa hukum profesional, dengan memaksimalkan pemberian jasa hukum sesuai dengan standar profesional dari Kode Etik Advokat.
Menurutnya, dengan pemahaman dasar etika profesi ilmu pengetahuan dan penegakan hukum yang baik berdasarkan hukum yang berlaku, Advokat akan mampu mempertahankan dan memaksimalkan posisi serta kepentingan hukum klien.
“Seperti kita semua tahu, kebutuhan jasa hukum tidak hanya ketika kita menghadapi masalah hukum, tetapi yang lebih penting adalah untuk mengantisipasi masalah yang berpotensi timbul di masa depan,” jelasnya.
Sementara itu, di luar urusan pekerjaan, wanita kelahiran 36 tahun lalu, yang memiliki hobi travelling dan kuliner ini mengungkapkan bahwa, di dunia pengacara, kedudukan wanita dan pria adalah sama.
“Masing-masing punya kelebihan dan keistimewaan dan kita pasti saling support. Dan memang dahulu profesi ini didominasi oleh pria, cuma sekarang sudah banyak perempuan yang daftar menjadi calon advokat dan buktinya juga sekarang perempuan-perempuan juga eksistensinya makin diakui,” terangnya.
Ditambahkan, di dunia pengacara, pertemanan dengan sesama pengacara juga terjalin sangat erat dan bagus, dengan tidak melihat materi dan penampilan, akan tetapi kenyamanan satu dengan yang lain.
“Kami juga saling men-support satu sama lain. Kadang kami juga berdiskusi terkait apapun, tetapi tidak terlepas daripada masalah hukum,” tuturnya.
Lebih lanjut, wanita kelahiran 5 November 1981 yang memiliki 2 anak; Jennifer Abigail (8 tahun), dan Alice Eleanor (3 tahun) ini juga menuturkan pengalamannya membagi waktu antara bekerja dan menjadi orang tua tunggal (single mom) yang membesarkan anak-anaknya seorang diri.
“Dalam urusan rumah tangga serta menggurus 2 anak, harus berbagi antara keluarga dan kerjaan. Serta tetap memantau perkembangan anak lewat kerja sama dengan keluarga, guru, dan lingkungan,” tuturnya.
Adapun dukungan keluarga terhadap karirnya, diakuinya cukup kuat, dimana keluarganya sangat mengerti dan mendukung pekerjaannya sebagai pengacara, yang kadang kala ada pekerjaan di luar kota ataupun pulang sampai larut malam.
Adapun sebagai resolusi di tahun 2018, dia berucap, “Dalam perkara hukum, agar masyarakat dapat merasakan keadilan dan merata, tidak ada keberpihakan kepada salah satu pihak,” pungkasnya. (Edi Triyono)