BlueScope Perkuat Harmonisasi di Industri Baja Nasional Agar Dapat Bersaing dengan Produk Import
Jakartakita.com – PT. NS BlueScope Indonesia, perusahaan baja lapis aluminum seng yang sudah beroperasi di Indonesia sejak tahun 1973, senantiasa menciptakan inovasi terhadap produk baja lapis, agar masyarakat Indonesia bisa mendapatkan produk berkualitas tinggi dan memberikan nilai tambah yang menguntungkan.
BlueScope sendiri merupakan bagian dari rantai pasok baja di Indonesia. Sebagai industri tengah (mid-stream), BlueScope memberikan nilai tambah terhadap produk Baja Canai Dingin (Cold Roll Coil) yang diproduksi oleh industri hulu, agar memiliki ketahanan terhadap korosi dan lapisan warna serta memiliki nilai estetika tinggi yang dapat menjadi bahan material untuk membuat dinding, penutup atap, dan rangka atap bangunan.
Simon Linge, President Director PT NS BlueScope ASEAN menjelaskan, jika melihat kebutuhan baja perkapita di Indonesia yaitu 65 ton per tahun, lebih rendah di banding beberapa negara di ASEAN yang sudah mencapai 164 – 1036 ton pertahun.
“Ini merupakan peluang besar untuk industri baja Indonesia mulai dari hulu sampai hilir untuk bertumbuh,” ujar Simon, dalam siaran pers yang diterima Jakartakita.com, baru-baru ini.
Saat ini, lanjut dia, kebutuhan baja lapis di industri tengah mencapai 1,3 juta ton ton per tahun, dengan harapan dapat mendukung kebutuhan sektor konstruksi sebesar 789.244 ton.
“Oleh karena itu, kami hendak mengajak semua pemangku kepentingan untuk dapat saling bekerja sama membangun harmonisasi di industri baja dalam negeri agar dapat bersaing dengan produk import yang saat ini mulai membanjiri pasar Indonesia dan berpotensi mendistorsi pasar dengan produk non-standard,” terang Simon.
Asal tahu saja, industri hulu dan tengah seperti Krakatau Steel dan BlueScope merupakan industri yang padat modal.
Adapun BlueScope membangun pabrik di Cilegon dengan kapasitas 250.000 ton/tahun dan menghasilkan rangkaian produk mulai dari ‘Premium’ hingga ‘Value’.
Produk premium dari BlueScope Indonesia yang dikenal dengan brand seperti ZINCALUME® steel, Clean COLORBOND® steel, BlueScope Zacs™, banyak digunakan sebagai bahan material untuk membuat dinding, penutup atap, dan khusus untuk BlueScope Zacs™ Truss dan TRUECORE® dapat menjadi bahan rangka atap.
Salah satunya di proyek iconic Bandara Soekarno – Hatta Terminal 3, yang menggunakan produk dari Clean COLORBOND® sebagai penutup atap. Selain dapat menurunkan suhu pada permukaan atap, 55% lapisan aluminium membuat produk tetap tahan terhadap korosi dengan garansi hingga 25 tahun.
Sally Dandel, VP Marketing PT NS BlueScope Indonesia menjelaskan, BlueScope merupakan pelopor dalam memperkenalkan teknologi baja lapis.
“Kami berharap keberadaan kami dapat menjadi satu acuan masyarakat untuk memilih produk dengan nilai tambah jangka panjang. Tantangan kami yang terbesar saat ini adalah berkompetisi dengan produk import yang mengedepankan harga rendah dan dengan kualitas rendah,” jelasnya.
Lebih lanjut diungkapkan, dari data yang dimiliki, di Indonesia sejak Oktober 2015, penjualan produk baja ringan dengan lapisan AZ 50 kebawah meningkat sebanyak hampir 300%.
“Hal ini sangat bertentangan dengan uji coba yang pernah kami lakukan, bahwa untuk membuat suatu rangka baja atau penutup baja tidak dianjurkan dengan menggunakan material berlapis dibawah AZ 70. Jika hal ini tidak dikontrol dapat mendistorsi masyarakat,” terangnya.
Meski demikian, diakuinya, masyarakat ingin mendapatkan produk dengan harga rendah, sehingga tidak memperhatikan kualitas.
“Hal ini merupakan alasan kenapa produk BlueScope ZACS™ harus kami perkuat untuk pasar retail, karena ini merupakan pasar yang besar yang menjadi target dari produk import. Keberadaan kami sangat penting untuk memastikan masyarakat mengerti produk baja ringan yang berkualitas dari sisi tahan korosi, ketahanan warna, dan memiliki sertifikat SNI,” terang Sally Dandel.
Lebih lanjut dia menuturkan, produk premium dari BlueScope seperti COLORBOND mampu menggabungkan teknologi material konstruksi dengan berbagai macam rancangan sesuai dengan kreasi arsitektural, sehingga menjadi produk pilihan utama bagi para arsiktek untuk mampu mewujudkan karya mereka. Seperti desain Cerita Café yang terletak di Otista, Jatinegera, Q-BIG yang terletak di BSD, dan lain-lain.
“Kami berharap peran serta pemerintah dalam mendukung pertumbuhan industri baja Indonesia, tapi yang lebih penting lagi adalah mengedukasi masyarakat agar mengetahui bahwa Indonesia sudah mampu memproduki baja berkualitas, sehingga kebanggaan terhadap produk dalam negeri bisa terbangun,” jelas Sally.
Sementara itu, Mas Wigrantoro Roes Setyadi, Direktur Utama PT Krakatau Steel Tbk menuturkan, sebagai produsen baja terbesar di tanah air, sudah menjadi komitmen Perseroan untuk mendukung industri dalam negeri baik industri hilir dan industri hulu.
“Harmonisasi industri hulu dan hilir perlu dibangun agar industri domestik bisa tumbuh dan bergairah. Krakatau Steel bersama para mitra akan melakukan penambahan kapasitas produksi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri melalui serangkaian proyek strategis. Kedepan, di tahun 2025 mendatang di kluster Cilegon akan menghasilkan 10 juta ton baja tiap tahunnya,” tutur Mas Wig. (Edi Triyono)