Pengamat : Pembentukkan Holding Migas Berpotensi Jadi Ajang KKN
Jakartakita.com – Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) akan menggabungkan/holding sektor Minyak dan Gas (Migas).
Sejatinya, holding Migas ini dilakukan untuk meningkatkan efisiensi serta menaikkan pendapatan negara dari BUMN Migas agar target pemerintah tercapai di sektor energi.
Adapun holding ini nantinya akan diisi oleh PT Pertamina (Persero) sebagai Induknya dan PT Perusahaan Gas Negara (PGN) sebagai anggotanya.
Dalam diskusi bertajuk ‘Mencermati Pembentukan Holding BUMN Migas’, Said Didu mantan Sekjen Kementerian BUMN Periode 2004-2009 mengatakan, dalam holding migas pemerintah mengefektifkan pemanfaatan gas untuk kepentingan negara.
“Dari dulu rencana ini sudah oke, namun yang perlu dikawal adalah apa yang perlu diawasi. Di Senayan, ada juga yang ingin sekali PGN tetap di luar supaya permainan sahamnya tetap asik. Bagi pemegang saham akan menguntungkan, karena Pemerintah menghibahkan seluruh sahamnya kepada Pertamina,” terang Said, di Jakarta, Senin (26/3/2018).
Ia menambahkan, holding migas ini bermanfaat dalam hal pengendalian harga gas agar bisa satu pintu melalui satu perusahaan BUMN.
“Penggabungan ini untungkan semua pihak. Dengan gabungnya (BUMN energy) ini, pengendalian gas ada di tangan pemerintah, sehingga saya harap ekplorasi gas dan keterlibatan penggalian itu semakin tinggi, dimana sekarang ini bergabung antara trader dan produsen. Adpaun supaya saham minoritas tidak dirugikan harus bersamaan antara Pertamina menerima saham pemerintah tapi dalam hari yang sama Pertamina mengabungkan saham Pertagas ke PGN,” jelasnya lagi.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesia Resources Studies (IRESS), Marwan Batubara mengatakan, pembentukan holding sektor migas dan holding sektor lainnya, menjadi kebijakan strategis yang disepakati pemerintah dan DPR, jauh sebelum pemerintahan Jokowi-JK.
Kendati demikian, lanjut dia, dalam pelaksanaannya, Pemerintah tetap perlu memperhatikan dan mematuhi berbagai aspek terkait beberapa hal. Misalnya, aspek konstitusional, legal, kelembagaan, governance dan lain semacamnya.
“Terkait konstitusional, Pemerintah harus menjaga terwujudnya penguasaan negara sesuai amanat Pasal 33 UUD 1945. Dimana, penguasaan negara melalui pengelolaan holding BUMN Migas harus terjamin walau kelak dibentuk anak-anak usaha,” ujar Marwan.
Adapun Enny Sri Hartati selaku Direktur INDEF mengungkapkan, tanpa adanya tujuan dan konsep yang jelas, maka holding migas berpotensi untuk menjadi tempat moral hajat (KKN) bagi segelintir orang.
Bahkan,menurutnya, holding migas justru akan menjadi tempat bagi-bagi kue pemangku kepentingan kepada para aktivis yang selama ini selalu mengkritik kebijakan pemerintah.
“Tanpa itu, holding hanya sebuah nama, hanya sekedar seolah-olah mengakomodasi para aktivis. Justru kalau tidak hati-hati, akan memudahkan terjadinya KKN. Karena pengendaliannya cuma satu. Apalagi dengan berbagi macam berlindung dibalik teknologi karena ini sudah dilakukan secara digitalisasi. Asal tahu saja, sektor migas merupakan sektor yang sangat menggiurkan. Hal tersebut terbukti dari pergantian beberapa Presiden yang ada di Indonesia, sektor migas menjadi yang paling diminati,” pungkas Enny. (Edi Triyono)